KNews.id – Jakarta – Gelombang perubahan tampaknya akan segera menerpa kebijakan pengelolaan barang impor ilegal di Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan rencana besar yang berpotensi mengubah cara negara menangani barang-barang hasil penindakan, seperti balpres atau baju bekas impor ilegal yang selama ini kerap dibinasakan.
Langkah ini disebut sebagai upaya menghentikan kerugian negara dan sekaligus menciptakan manfaat baru bagi masyarakat dan pelaku UMKM.
Di tengah dinamika pengawasan perdagangan dan maraknya penyelundupan pakaian bekas, Purbaya menilai bahwa kebijakan lama yang mengharuskan pemusnahan barang-barang sitaan tidak lagi relevan dan justru membebani negara.
Biaya Pemusnahan Mencekik Negara: “Rugi besar kita”
Selama ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memusnahkan barang impor ilegal hasil sitaan dengan cara dibakar. Namun, menurut Purbaya, proses pemusnahan itu jauh lebih mahal daripada yang dibayangkan publik.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/11/2025), ia mengungkapkan kerugian yang timbul dari mekanisme yang berlaku sekarang.
“Kan saya selalu komplain itu balpres, saya tangkap barangnya, orangnya enggak bisa didenda, terus saya mesti memusnahkan barangnya,” kata Purbaya.
Ia menambahkan bahwa biaya pemusnahan bukanlah angka kecil.
“Itu mahal tuh satu kontainer itu sekitar Rp 12 juta kalau enggak salah. Rugi, abis itu kasih makan orang yang ditahan, rugi besar kita. Jadi mau kita ubah,” ucapnya.
Dengan tegas, ia menggambarkan betapa besarnya kerugian yang ditanggung negara hanya untuk membakar barang hasil sitaan.
Dari sini, muncul gagasan untuk memilih jalur yang lebih masuk akal: memanfaatkan barang tersebut, bukan menghancurkannya.
Arahan Presiden: Barang Sitaan Tidak Dibakar, Tapi Dimanfaatkan
Purbaya menjelaskan bahwa salah satu opsi yang sedang digodok kini adalah memanfaatkan kembali balpres ilegal yang ditindak Bea Cukai.
Ia menyebut rencana ini telah mendapatkan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, barang-barang itu bisa dijual kembali dengan harga sangat murah kepada masyarakat atau UMKM, sehingga tidak hanya mengurangi kerugian negara, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi.
Dalam proses perumusan kebijakan, Purbaya juga berkonsultasi dengan para pelaku industri tekstil, termasuk Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI).
Dari konsultasi tersebut, muncul solusi teknis yang memungkinkan balpres ilegal diolah kembali.
“Ini juga atas arahan presiden, ini mesti dimanfaatkan, jangan dibakar begitu saja. Kita pikir-pikir gimana, apa boleh enggak kita cacah ulang? Boleh. Jadi kita ketemu dengan AGTI, menawarkan bisa enggak mereka mencacah ulang balpres itu.
Nanti sebagian mereka pakai, sebagian dijual ke UMKM dengan harga murah,” ucap Purbaya.
Pengusaha Siap Menampung, Kebijakan Mulai Jalan Pekan Depan
Purbaya memastikan bahwa rencana ini bukan sekadar wacana.
Setelah berdiskusi dengan AGTI, ia mendapatkan kepastian bahwa sejumlah pengusaha siap menampung barang sitaan untuk dicacah dan diolah menjadi bahan baku baru.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini akan segera dijalankan dan sudah mendapatkan lampu hijau dari Menteri UMKM, Maman Abdurrahman.
“Minggu depan diskusi dengan mereka ya. jadi langsung ketuk palu, langsung jalan. Jadi yang di gudang-gudang itu dikeluarin semuanya, tempatnya juga kosong.
Jadi itu bisa dipakai untuk bahan baku industri kan, dalam bentuk benang dan lain-lain. Nanti UMKM akan bisa memakai sebagai bahan dengan biaya yang lebih murah,” paparnya.
Purbaya menegaskan komitmen koordinasi lintas kementerian agar distribusi barang hasil pencacahan berjalan tepat sasaran.
“Saya juga sudah bicara dengan Kementerian UMKM, Pak Maman, beliau setuju dengan kerjasama seperti ini, karena nanti UMKM yang tahu namanya kan, nama UMKM-nya beliau.
Kalau saya kan nggak tahu, nanti distribusi UMKM-nya lewat Pak Menteri UMKM,” tegas Purbaya.



