KNews.id – Jakarta, Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, Salam damai sejahtera untuk kita semua. Om Swasti Astu, Namo budaya, Salam kebajikan, Rahayu
Marilah kita pekikkan salam nasional kita, salam perjuangan kita, Merdeka!!! Merdeka!!! Merdeka!!!
Seluruh masyarakat Indonesia, rekan-rekan DPP, para Penasehat Hukum, rekan-rekan pers dan saudara-saudara sekalian.
Pada hari ini setelah cukup lama berdiam diri, melakukan perenungan terhadap berbagai bentuk kriminalisasi hukum yang ditujukan kepada saya, maka tibalah saatnya untuk memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan sebenar-benarnya.
Apa yang menimpa saya, tidak terlepas dari kepentingan politik kekuasaan. Mengapa? Sebab banyak pakar hukum yang telah melakukan kajian, bahkan suatu eksaminasi hukum dan FGD terhadap putusan atas nama Wahyu Setiawan; Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful Bahri sebagaimana telah dilakukan oleh antara lain Prof Dr. Amir Ilyas; Prof Dr. Eva Achjani Zulfa; Prof Dr. Ridwan; Dr. Chairul Huda; Dr. Mahrus Ali; Dr. Beniharmoni Herefa; Dr. Aditya Wiguna Sanjaya; Dr. Maradona dan Dr. idul Rishan dll.
Dalam eksaminasi tersebut nyata-nyata tidak ditemukan suatu fakta-fakta hukum atas penetapan saya sebagai tersangka kasus suap maupun suatu tindakan melakukan obstruction ofjustice. Dalam UU KPK Pasal 21 misalnya, tindakan obstruction of justice terjadi pada saat penyidikan. Dari hasil eksaminasi juga tidak ada bukti permulaan yang sah menurut hukum untuk menetapkan saya sebagai Tersangka. Pada tahapan proses ini, sikap saya sangatlah kooperatif dan menaati proses hukum di KPK.
Tiadanya fakta-fakta hukum tersebut juga diperkuat melalui keterangan Ahli dalam proses praperadilan. Melalui sidang yang sarat dengan falsafah, prinsip, dan dalil-dalil hukum, baik berdasarkan keterangan Ahli dari KPK selaku termohon, dan Ahli pemohon, yang dalam hal ini adalah saya, juga tidak ditemukan suatu fakta-fakta persidangan yang mengarah pada adanya bukti formil dan materiil yang bisa menjadi landasan bagi penetapan saya sebagai tersangka. (Ada improve, silahkan cek di rekaman..). Kami men-challenge para pakar hukum untuk melakukan eksaminasi terhadap dalil gugatan pemohon, jawaban termohon, serta keterangan parasaksi dan para ahli dalam praperadilan tersebut.
Rekan-rekan pers yang saya hormati,
Selain hal tersebut, ada fakta persidangan yang sangat menarik, yang menyentuh aspek kemanusiaan dan hati nurani kita, yakni adanya intimidasi yang dilakukan Sdr. Rossa Purba Bekti terhadap Sdri. Tio. Demi ambisi menangkap saya, Sdri. Tio diintimidasi dan dibujuk dengan gratifikasi hukum sebesar Rp. 2 milyar. Syaratnya, sdri. Tio harus menyebutkan keterlibatan saya. Apa yang disampaikan Sdri. Tio tersebut dilakukan dibawah sumpah.
Sumpah dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak hanya itu, sdri Tio juga diminta menyebut orang-orang di lingkaran pertama Ibu Megawati Soekarnoputri agar bisa dibidik para penyidik tersebut. Demi melancarkan aksinya, Sdr. Rossa Purba Bekti sampai mengebrak meja dan mendesak untuk mengganti penasehat hukum Tio.
Puncak intimidasi Sdri. Tio adalah bahwa yang bersangkutan dikenakan cekal untuk tidak bisa berobat ke luar negeri akibat kanker yang dideritanya. Padahal jauh sebelum kasus ini naik lagi ke permukaan, Sdri. Tio sudah berulang kali berobat untuk ke Guangzhou bagi penyembuhan penyakitnya.
Namun agenda kemanusiaan ini pun diabaikan oleh sdr. Rossa Purba Bekti. Saya meyakini, jika Sdri Tio mengikuti kemauan Sdr Rosa, maka pencekalan itu PASTI tidak akan terjadi. Berbagai fakta di atas semakin menunjukkan kuatnya agenda politik terhadap kasus yang menimpa saya. Bayangkan, terhadap sdri Tio yang sudah bersifat kooperatif saja, masih diintimidasi seperti itu. Hal yang sama terjadi untuk pemeriksaan saksi Donny Istiqomah, Kusnadi, dll.
Bukankah tindakan Sdr. Rossa tersebut mencederai hukum yang seharusnya berperikemanusiaan, penuh etika, moral, hati nurani, dan berkeadilan? Apakah tindakan Sdr. Rosa ini dapat dibenarkan? Bukankah tindakan Sdr. Rossa ini justru merusak marwah dan nama baik KPK? . (Ada improve, silahkan cek di rekaman.).: Kita ini bangsa ber-Pancasila. Di dalamnya ada Sila Kemausiaan. Masak diabaikan.
Seluruh masyarakat Indonesia yang kami cintai, dan banggakan, Segala warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, termasuk hak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang berkeadilan. Keselamatan jiwa raga Sdr. Tio menjadi bagian dari tujuan adanya Negara Republik Indonesia ini.
Namun hak untuk melanjutkan pengobatan atas derita kanker pun diabaikan hanya karena ambisi Sdr. Rossa Purba Bekti. Disisi lain, berkaitan dengan kasus yang ditujukan ke saya, bukti-bukti yang disampaikan sebagaimana nampak di sidang Pra Peradilan adalah bukti terhadap suatu perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde). Terhadap keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, dari keterangan para terdakwa dan saksi, tidak ada yang menyebutkan keterlibatan saya. Namun sepertinya mau dipaksakan ada sumber dana yang berasal dari saya. Sekali lagi kami tegaskan, bahwa perkara tersebut sudah inkrach, sanksi pidananya sudah dijalankan, dan tidak ada amar putusan pengadilan yang menyebutkan keterlibatan saya, lalu mengapa proses tersebut diulang kembali oleh Sdr. Rossa?
Seluruh masyarakat Indonesia yang taat pada hukum di republik ini, Itulah proses kriminalisasi yang dilakukan secara terbuka. Perlu kami sampaikan, bahwa guna mendapatkan keadilan, dan sebagai hak yang dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia yang sah, sertai berdasarkan pertimbangan seluruh penasehat hukum, akhirnya kami memutuskan untuk kembali mengajukan praperadilan. Dalam proses ini, KPK yang menjunjung tinggi hukum seharusnya menghormat proses ini. Namun yang terjadi adalah, bahwa Sdr.
Rossa Purba Bekti tetap memaksakan kehendaknya, untuk memeriksa saya. Ini adalah sikap yang justru TIDAK menghormati institusi pengadilan dan mekanisme hukum yang berkeadilan. Saya berharap sebagai bagian dari Institusi Penegak Hukum, sepatutnya kalau KPK menghormati proses praperadilan yang sedang kami lakukan. KPK harus memastikan penegakan hukum yang berkeadilan.
Ada improve, silahkan cek di rekaman..: Di dalam amicuscuriae, Ibu Megawati menyebutkan tentang Dewi Keadilan. Seorang Dewi dengan mata tertutup, memegang timbangan dan pedang keadilan. Keadilan ini yang harus diwujudkan, tidak seperti saat ini.
Itulah semangat perjuangan kami. Semangat ini muncul berkat inspirasi dari Prof Dr. Sunarto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Airlangga, Beliau menyampaikan “bahwa hukum tanpa keadilan seperti seperangkat aturan yang kering tanpa ruh.
Karena itulah seorang hakim harus bertindak sebagai pembelajar sepanjang hayat, peneliti, dan filsuf, agar mampu melihat keadilan sejati. Keadilan di luar batas formalitas hukum serta memperhatikan dampak sosial, budaya dan kemanusiaan di saat hakim mengambil keputusan. Keadilan tidak akan terwujud jika hakim terpaku pada ilmu hukum semata. Keadilan juga akan sulit terwujud bila hakim hanya menjadi mesin yang memproses hukum. Baginya, hakim harus bisa merasakan denyut keadilan yang hidup di setiap bagian jiwanya”. Betapa luar biasanya pendapat Prof Dr. Sunarto.
Saudara-saudara sekalian,
Pendapat Prof Sunarto tersebut oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dikatakan sebagai secercah harapan ketika hukum dijauhkan dari rasa keadilan terlebih di dalam menghadapi kegelapan demokrasi akibat abuseofpower Jokowi. Secercah harapan tersebut, saya gunakan sebagai momentum untuk menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa saya siap, dan akan selalu kooperatif mengikuti seluruh proses hukum di KPK. Hal yang sama juga saya harapkan, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hadirin sekalian,
Banyak yang mengatakan kepada saya, bahwa kini tiba saatnya untuk melakukan suatu “gugatan”; suatu declaration of my objections; atau suatu sikap resmi sebagai warga negara Republik Indonesia yang sah terhadap perlakukan berlebihan berupa suatu pelanggaran etik dan tindakan melawan hukum yang dilakukan Sdr. Rossa Purba Bekti.
Apa yang dilakukan oleh penyidik KPK tersebut selain sangat intimidatif, tendensius, juga tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik di luarnya. Dalam panggung besar politik di Indonesia, apa yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari sikap-sikap politik yang saya sampaikan sebagai Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan. Sikap kritis itulah yang menciptakan hadirnya rasa tidak senang dalam diri seorang yang mengidentikkan dirinya sebagai “Raja”. Pertama, penolakan terhadap kehadiran kesebelasan Israel dalam Piala Dunia U20 tahun 2023.
Sikap resmi PDI Perjuangan berpijak pada konstitusi, sejarah, dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang tertuang dalam Dasa Sila Bandung. Pembebasan dan kemerdekaan Palestina adalah komunike politik yang ditandatangani oleh pemerintah Republik Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955 tersebut. Sikap ini terbukti benar. Akhirnya bukan hanya Ibu Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan yang kokoh dalam prinsip, namun dunia pun kemudian mengutuk Israel atas kekejamannya di Gaza. Inilah Satyam Eva Jayate yang pertama.
Kedua, sikap penolakan terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi, atau penambahan masa jabatan 3 kali. Prinsip yang dipegang oleh Ibu Megawati Soekarnoputri berpijak pada UUD NRI 1945 Pasal 7 yang menyatakan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode.
Akhirnya seluruh masyarakat sipil, mahasiswa, dan akademisi menolak hal ini. Inilah Satyam Eva Jayate yang kedua.
Ketiga, ketika konstitusi di kebiri dan demokrasi terancam mati melalui Keputusan MK No. 90 tahun 2023. Inilah abuse of power dengan menggunakan hukum, dan diduga penuh dengan intimidasi, dan penggunaan kekuatan kapital akibat campur tangan Presiden Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman. Sikap tegas Ibu Megawati Soekarnoputri terjadi juga karena ketaatan pada peraturan perundang- undangan. Apa yang terjadi di MK ini akhirnya tercatat sebagai titik paling gelap dalam sejarah demokrasi Indonesia. Inilah Satyam Eva Jayate, sebab konsitusi itu memiliki ruh, dan sekiranya dilanggar melalui abuseofpower bisa menciptakan krisis.
Keempat, masyarakat Indonesia mencatat bahwa di dalam Pilrpres dan Pileg 2024, serta Pilkada 2025 berbagai penggunaan mesin politik yang bukan Partai Politik kembali terjadi. PDI Perjuangan menyampaikan begitu banyak “CATATAN GELAP” atas praktik “demokrasi prosedural” yang berwatak otoriter populis ini. Masyarakat mencatat begitu masif intimidasi yang dilakukan terhadap kepala desa, anggota legislatif, jurnalis, tokoh-tokoh pro demokrasi, para pengusaha, hingga kepala daerah. Bahkan bujuk rayu melalui Bansos pun dilakukan untuk “membius kesadaran rakyat”.
Terhadap penyalah gunaan Bansos ini, pada tanggal 8 Februari yang lalu, Jendral TNI Purn. Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa dari Rp. 500 trilyun dana bansos, hampir separuhnya atau Rp. 250 trilyun yang sampai ke masyarakat. Inilah penyalah gunaan keuangan negara dalam proses elektoral.
Hadirin dan seluruh masyarakat Indonesia yang kami cintai dan banggakan,
PDI Perjuangan sangat menghormati KPK. KPK punya misi mulia untuk memberantas korupsi dan menegakkan akhlak bangsa. KPK didirikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri bukan dengan wajah yang seperti saat ini. KPK seharusnya fokus menangani kasus korupsi besar seperti ilegal
logging,ilegal mining, judi online dan narkoba, dll yang diduga banyak melibatkan aparatur negara. PDI Perjuangan dan seluruh rakyat Indonesia akan memberikan dukungan penuh terhadap KPK jika benar-benar memberantas korupsi pada kasus- kasus yang merugikan negara tersebut. Saya bukanlah pejabat negara, dan TIDAK ADA KERUGIAN negara terhadap kasus tersebut, namun mengapa Sdr. Rossa Purba Bekti kemudian menggunakan KPK bagi kepentingan sempitnya.
Karena itulah pada kesempatan ini saya bertanya, siapa yang berada di belakang Rossa, sehingga institusi KPK pun dirusaknya?
Saudara-saudara sekalian, seluruh rakyat Indonesia yang kami cintai dan banggakan, Sekiranya kami tidak diajarkan mencintai tanah air Indonesia, mencintai Persatuan Indonesia, dan menghormati pemerintahan negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, maka berbagai skenario perlawanan pasti dilakukan. Namun, kami percaya pada kekuatan etika, moral, hati nurani, dan kebenaran. Ketika peristiwa KUDATULI saja, kami menempuh jalan hukum, apalagi urusan ini. Sekiranya perlawanan semesta dilakukan, pasti akan mengguncangkan.
Namun kami tidak memilih jalan itu. Kami memilih perlawanan melalui jalan hukum. Kami diajarkan untuk menghormati Pemerintahan Presiden Prabowo, meskipun posisi kami adalah penyeimbang. Namun demi keberpihakan pada kepentingan rakyat, bangsa dan negara, melalui DPR RI, karena keputusan diambil bersama-sama, banyak kebijakan strategis yang diberi dukungan oleh Fraksi PDI Perjuangan. Kami ikut bertanggung jawab di dalam menjaga stabilitas politik negara yang Beliau pimpin. Kami ikut berjuang membangun masa depan negeri dengan penuh rasa cinta terhadap tanah air sebagaimana menjadi semangat Presiden Prabowo. Kami juga mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Namun sekali lagi, KPK tidak boleh disalahgunakan oleh ambisi orang per orang penyidik hanya karena campur tangan kekuasaan yang diluarnya. Oleh karena itulah pada hari Rabu, 19 Februari 2025 besok, Tim Hukum PDI Perjuangan akan mengadukan Sdr. Rossa Purba Bekti ke Dwas KPK atas kesewenang-wenangan yang telah dilakukan. Sikap kami ini bukanlah untuk melawan KPK. Sikap kami ini justru untuk menjaga marwah KPK agar
kembali pada misi utamanya. Sikap kami ini adalah dukungan nyata pada KPK dengan seluruh jajarannya. Kami percaya sepenuhnya, bahwa pimpinan KPK saat ini memiliki visi, misi, agenda strategis serta komitmen untuk memberantas korupsi dengan cara- cara yang benar. Kami percaya bahwa Dewan Pengawas KPK akan bertindak adil, dan memiliki kedaulatan penuh, tanpa intervensi manapun untuk berani memeriksa Sdr. Rossa Purba Bekti yang nyata-nyata telah melakukan intimidasi dan proses penegakkan hukum yang melanggar undang- undang.
Tindakan yang dilakukan terhadap Kusnadi misalnya, dengan menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas barang-barang miliknya dan milik DPP PDI Perjuangan, serta memeriksa selama hampir 3 jam tanpa surat perintah panggilan adalah tindakan melawan hukum. (Ada improve, silahkan cek di rekaman.).: Buku dan HP yang disita adalah milik DPP Partai, disitu termuat banyak rahasia Partai.
Demikian pula intimidasi terhadap Sdri. Tio, Donny Istikhomah, Hasan dll, sangat mencoreng kewibaaan KPK. Semoga apa yang saya sampaikan ini menjadi momentum bagi seluruh anak bangsa untuk benar- benar berjuang bagi terwujudnya Indonesia yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Kita semua adalah anak-anak Republik Indonesia yang lahir dari keberanian melawan kekejaman hukum kolonial dan kolonialisme Belanda. Apakah hal ini akan kita biarkan kembali, ketika hukum bisa dijadikan sebagai alat penindasan baru? Pesan Prof DR Megawati Soekarnoputri sangat jelas: kita adalah warga negara yang merdeka; warga negara yang sah; warga negara yang memiliki hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Karena itulah, jangan takut menyuarakan kebenaran.
JANGAN PERNAH MERASA TAKUT, SEBAB KETAKUTAN ADALAH ILUSI.
Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, Syaloom, Om Swasti astu, Rahayu
Hasto Kristiyanto, bersama dengan Tim Hukum PDI Perjuangan
(FHD/NRS)