spot_img

Boros dalam Islam: Perbuatan yang Dilakukan Setan

KNews.id – Jakarta – Al-Qur’an menjelaskan tentang perbuatan boros yang disebutkan dengan istilah tabzir. Setiap muslim dilarang berbuat boros karena hal ini salah satu perbuatan zalim.

Dalam buku Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XI karya H. Aminudin dan Harjan Syuhada, dijelaskan bahwa Allah SWT tidak melarang hamba-Nya untuk makan dan minum yang lezat, tidak melarang berpakaian yang indah, berdandan dan berhias yang dihalalkan Allah SWT. Islam membolehkan itu semua asalkan tidak boros.

- Advertisement -

Tabzir Artinya Boros
Mengutip buku Mengubah Nasib dengan Al-Quran: Kumpulan Ayat Al-Qur’an yang Memotivasi Hidup karya Didik Andriawan, S. T, disebutkan bahwa pemboros adalah teman setan.

Dalam Al-Qur’an disebutkan istilah boros dengan kata tabzir.

- Advertisement -

Abdullah ibn Mas’ud menjelaskan bahwa makna dari kata tabzir yakni membelanjakan harta di luar kepentingan yang benar. Mujahid RA juga menerangkan bahwa, “Jika seseorang membelanjakan seluruh hartanya dalam kepentingan yang benar, maka itu bukanlah boros. Akan tetapi jika ia membelanjakan sedikit saja untuk hal batil, maka itu sudah termasuk boros.”

Qatadah menjelaskan bahwa makna tabzir adalah, “Membelanjakan harta untuk tujuan maksiat kepada Allah SWT, untuk kepentingan yang tidak benar, serta untuk berbuat kerusakan.”

Istilah tabzir dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al Isra ayat 26,

وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Mengutip Tafsir Tarbawi : Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Quran oleh Prof. Dr. H. Salman Harun, ayat tersebut menyebutkan kata tabzir yang artinya adalah mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu.

- Advertisement -

Kerabat, orang miskin dan orang terlantar dalam perjalanan itu diberi sesuai kebutuhan, bila lebih hal itu berarti mubazir atau boros. Namun demikian, dari pihak pemberi, pengeluaran berapa pun untuk kebaikan bukanlah tergolong mubazir atau boros.

Dalam sebuah kisah, Abu Bakar RA pernah menyerahkan seluruh hartanya kepada Rasulullah SAW untuk kepeluan peperangan membela diri dari serangan musuh dan Utsman bin Affan RA menyerahkan setengah hartanya, sedangkan Rasulullah SAW menerima dan tidak menilainya sebagai pemborosan.

Allah SWT melarang siapa saja untuk berperilaku boros. “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Untuk menghindari sikap dan sifat boros maka setiap muslim harus mengutamakan hidup tawassuth (seimbang). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Araf ayat 31,

۞ يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Jenis-jenis Boros
Mengutip buku Dari Mana Masuknya Setan karya Abdul Hamid Al Bilali, perbuatan boros terbagi menjadi tiga bagian, berikut rinciannya:

1. Boros dalam Harta
Boros dalam harta termasuk perbuatan tabzir sebagaimana telah dijelaskan di atas. Asyhab meriwayatkan dari Malik, “Tabzir ialah mengambil harta dari yang hak, tapi menafkahkannya tidak pada haknya.”

Pemborosan harta ini hukumnya adalah haram.

2. Mubazir dalam Kesehatan
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu olehnya yaitu, nikmat sehat dan waktu luang.” (HR Bukhari)

Banyak orang yang diberikan nikmat sehat oleh Allah SWT, namun tidak menggunakan kesempatan itu untuk menjalani segala perintah-Nya. Apabila sudah sakit barulah mereka merasa menyesal dan berandai-andai kalau saja ia melakukan berbagai amal saleh pada saat ia sehat. Hal seperti ini termasuk mubazir dalam kesehatan.

3. Mubazir dalam Waktu
Imam Ibnul-Jauzi mengatakan, “Bisa saja seseorang berbadan sehat tapi ia tidak mempunyai kesempatan untuk beramal. Bisa saja dia cukup kaya tapi fisiknya tidak sehat. Jika kedua hal ini bertemu, lalu ia dikalahkan oleh kemalasan dan meninggalkan ketaatan, maka berarti dia telah tertipu atau berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri.”

(NS/Dtk)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini