spot_img
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Birokrasi vs Laju Corona

Oleh: Neraca.co.id

KNews.id- Penilaian Presiden Jokowi terhadap kinerja Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang tidak efektif sehingga tidak membuat kondisi ekonomi maupun laju penyebaran virus Covid-19 membaik, memang ada benarnya.   

- Advertisement -

Tidak hanya itu. Sebelumnya Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mengeluhkan kerja lelet birokrasi menjadi hambatan dalam proses pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat pandemi virus corona (Covid-19). Padahal, pemerintah telah menganggarkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 yang sangat besar di sektor kesehatan dan ekonomi bagi kepentingan masyarakat.

“Pemerintah telah mengalokasikan anggaran cukup besar, sekitar Rp695 triliun, untuk memulihkan kedua sektor tersebut. Salah satu sumbatannya adalah birokrasi yang lambat merespon keadaan dan menyikapi urgency yang terjadi,” kata Ma’ruf Amin saat memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi Penyederhanaan Birokrasi secara virtual, Selasa (11/8).

- Advertisement -

Berbagai persoalan birokrasi dalam penanganan Covid-19 selama ini seperti proses perencanaan dan penganggaran yang lambat, data yang tidak akurat, komunikasi antar fasilitas kesehatan (Puskesmas) hingga keterlambatan pengadaan barang dan jasa.

“Jam kerja (WFH-WFO) yang tidak selaras antara kementerian/lembaga atau pemda yang berkaitan, kelambatan pengadaan barang dan jasa serta overlapping program kegiatan antar kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda,” ujar Wapres.

- Advertisement -

Idealnya, kondisi pandemi saat ini seharusnya menjadi momentum untuk memaksa birokrasi di Indonesia melakukan akselerasi. Misalnya mengubah cara kerja dan melakukan penyesuaian dengan keterbatasan saat ini. Artinya, pimpinan teras K/L mampu meningkatkan kualitas SDM aparat pelaksana di lapangan, melakukan kolaborasi kerja mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai pengawasan dan pengendalian program atau kegiatan, yang berfokus pada pengendalian dan pencegahan penyebaran virus Corona di masyarakat hingga ke level RT/RW.

Dalam praktiknya yang terjadi saat ini misalnya petugas Puskesmas yang kurang aktif atau “menjemput bola” untuk melakukan kegiatan testing dan tracing (penelusuran) warga yang terpapar Covid-19. Petugas Puskesmas lebih bersikap menunggu datang suspek positif, kemudian baru bertindak melakukan tracing terhadap kontak eratnya.  

Tidak hanya itu, komunikasi antar Puskesmas antar wilayah sangat minim sekali. Contohnya bila warga KTP DKI tinggal domisili kontrak di Bekasi, akan sangat kesulitan mendapatkan penanganannya jika yang bersangkutan positif Covid-19.

Pasalnya, tidak ada komunikasi hotline antar jaringan Puskesmas se-Jabodetabek untuk memberikan saling bertukar informasi warga yang terpapar Covid-19. Akibatnya, penderita (suspek) telantar dan berpotensi menularkan lebih banyak ke orang lain ketika dia keliling naik kendaraan umum mencari Puskesmas yang bersedia menampung yang bersangkutan untuk dirawat.

Ma’ruf menilai birokrasi wajib melakukan berbagai inovasi dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Baik secara cepat, mudah, murah dan menjamin akuntabilitas. Nah, manajemen Puskesmas segera melakukan gerak cepat untuk meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan sesama Puskesmas lainnya, baik dalam satu jaringan wilayah kedinasan maupun antarkota.

Karena itu, sudah sewajarnya jika Dinas Kesehatan yang membawahi Puskesmas baik di Provinsi maupun kota/kabupaten dituntut mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan cepat. Bagaimanapun, transformasi governance publik harus dilakukan secara sistematis dan terukur, yang mencakup transformasi budaya kerja, transformasi struktural, transformasi digital, dan reformasi regulasi. Semoga. (Ade)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini