spot_img
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Benarkah Neo-PKI Berhasil Menyusup ke Semua Lini?

KNews.id- Tak terbayangkan kalau PKI berhasil merebut kekuasaan dalam pengkhianatan 30 September 1965. Pembunuhan sadis terhadap para jenderal, ulama dan santri dalam pengkhianatan itu, tak mungkin tidak akan mereka lakukan juga terhadap umat Islam.

Sebab, umat Islam adalah musuh terberat mereka.

- Advertisement -

Simbol-simbol Islam seperti masjid, madrasah, pesantren, dll, tak akan lepas dari sasaran penghancuran. Atau dijadikan sentra re-edukasi dengan tujuan agar umat Islam menerima paham komunis. Setelah itu, umat Islam akan menjadi “netral” dan bersahabat dengan PKI. Dan akhirnya menerapkan ajaran komunis.

Yang pasti, kalau PKI berhasil merebut kekuasaan, umat akan dijauhkan dari agama. Sampai akhirnya tidak mengenal agama. Tidak tahu sholat. Tidak tahu membaca al-Quran. Tidak lagi ada azan di masjid. Dan tidak mengenal halal-haram.

- Advertisement -

Alhamdulillah, itu tidak terjadi. PKI gagal berkuasa. Pangkostrad Mayjen Soeharto menumpas pengkhianatan itu. Rakyat terhindar dari malapetaka berkat pertolongan Yang Maha Kuasa. Tetapi, pada awal 2000-an, atau 35 tahun setelah 1965, ada suasana baru yang memang bisa membuat PKI hidup kembali. Yaitu, momentum Reformasi ’98 yang memompakan nafas baru kepada para aktivis komunis setelah gerakan mereka mati puluhan tahun. Mereka menunjukkan gejala kebangkitan komunisme.

Ada gerakan Neo-PKI atau PKI gaya baru. Gerakan ini menyesuaikan diri dengan perubahan besar di bidang teknologi informasi, ekonomi, sosial-budaya dan politik. Dengan kata lain, Neo-PKI pun ikut melakukan “reformasi” dalam metode penyebaran komunisme. Meskipun cara-cara kekerasan fisik tetap dipratikkan.

- Advertisement -

Sekarang ini para aktivis komunis melakukan beberapa upaya. Pertama, mengusahakan agar narasi PKI sebagai pelaku kekejaman berubaha menjadi PKI sebagai korban. Kedua, sangat kuat dugaan mereka melakukan infiltrasi (penyusupan) ke entitas politik, pembuat legislasi, perancang kebijakan publik, struktur birokrasi, dan ke lembaga-lembaga strategis. Ketiga, melakukan tindakan intimidasi dengan cara melancarkan serangan fisik terhadap para imam masjid, ustad, kiyai, dsb.

Di antara tiga hal di atas, yang dianggap paling berbahaya adalah infiltrasi atau penyusupan. Sebab, penyusupan sangat efektif untuk mempengaruhi kebijakan publik. Dari sini, para aktivis Neo-PKI bisa mengharapkan berbagai kebijakan yang sifatnya memusuhi Islam dan umat Islam. Tapi, benarkah sinyalemen bahwa penyusupan itu terjadi ke semua lini? Apakah ada bukti-bukti tentang itu?

Penyusupan adalah operasi terselubung. Tak bisa dilihat dengan kasat mata. Intelijen pun belum tentu bisa mendeteksinya secara fisik. Tapi, kita bisa merasakan dampaknya. Itulah hebatnya penyusupan.

Belakangan ini para pemegang kekuasaan menggunakan narasi-narasi yang memojokkan Islam. Para penguasa konstan berkampanye tentang intoleransi dan radikalisme. Pengelolaan pesantren mulai dicampuri. Tak diragukan lagi, semua ini diarahkan ke umat Islam.

Para petinggi juga berbicara tentang pengekangan ceramah agama Islam. Ada usul sertifikasi penceramah. Ada pula sterilisasi masjid atau musholla yang berada di gedung-gedung pemerintah. Penceramah yang dianggap radikal tidak boleh lagi masuk jadwal. Merekalah yang menentukan kategori radikal itu.

Hanya orang-orang yang menyenangkan penguasa yang dibolehkan. Yaitu, orang-orang liberal. Tentu saja yang berpaham liberal selalu sesuai dengan semua paham, termasuk paham komunis.

Ini semua dirasakan oleh para pemuka Islam sebagai pengekangan yang “unprecendented” alias “belum pernah terjadi”. Semua hanya bisa merasa heran mengapa ada semacam “concerted effort” (upaya terpadu) untuk memojokkan Islam dan umat Islam.

Orang bertanya-tanya: benarkah paham komunis akan berkibar kembali melalui penyusupan? Siapakah yang melakukan penyusupan itu?

Wallahu a’lam. Tuhan dan para penyusuplah yang tahu.

Kita hanya bisa menyaksikan upaya untuk mengganti Pancasila, khususnya sila Ketuhanan. Tiba-tiba saja tokoh politik senior berbicara tentang perlunya mengganti Ketuhanan Yang Maha Esa dengan ketuhanan yang berkebudayaan. Ini jelas anti-agama. Sama seperti komunis. Arahnya bisa ditebak. Yaitu, penghapusan agama. Dalam jangka panjang.

Tidak mudah menemukan penyusup. Tetapi, kita paham penyusupan bisa terjadi karena suasana untuk itu cukup kondusif. Ada yang membantu dan melindungi mereka. Bantuan dan perlindungan itu membuat mereka bebas “berkarir” di banyak posisi penting. (Ade/fnn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini