Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Poltik Mujahid 212
KNews.id – Teringat penulis beberapa minggu yang lalu, saat acara mimbar bebas di Pejaten Timur (indoor) yang topik-nya “Ada Apa Dengan Prabowo”.
Pada acara kebangsaan ini diisi dengan berbagai orasi dari para tokoh, diantaranya ada Said Didu, Roy Suryo, Rizal Fadillah, Edi Mulyadi, Beathor Suryadi dan Anton Permana serta penulis sendiri kebetulan juga menyumbangkan orasi, dan kesemua aktivis rata-rata memberikan dukungan kepada Presiden RI Prabowo Subianto, namun ada big question sebagai kritik dan terhubung dengan tema atau topik pertemuan para aktivis “ada apa dengan Prabowo”, karena para aktivis merasa, “kenapa Prabowo nampak masih dalam pengaruh cawe-cawe Jokowi”, dengan kata lain publik mempertanyakan kemandirian kabinet pemerintahan Prabowo apakah tetap dibawah kendali Jokowi?
Seluruh aktivis oposan yang mayoritas hadir berharap, ada catatan penting sebagai persyaratan atau kompensasi dukungan terhadap Prabowo, yaitu bahwa “Jokowi dan Gibran Fufu Fafa dan seluruh keluarganya mesti DIPENJARAKAN” melalui proses hukum yang berlaku, lalu Prabowo dengan hak prerogatifnya, segera mencopot para menteri eks era Jokowi yang memiliki sejarah (hukum) yang buruk karena terindikasi “terpapar” korupsi, termasuk law enforcement terhadap kejahatan HAM (Tragedi KM. 50 dan kematian 894 korban KPPS) dan lain-lain.
Dan para aktivis beragam terkait batasan waktu pemberian dukungan terhadap Prabowo terkait persyaratan kompensasi dukungan kepada Prabowo dimaksud, dan tentunya proses impeachment Gibran “Fufu Fafa” dari kursi RI. 2
Sejumlah aktivis ada yang memberikan batasan waktu 100 hari kerja, ada yang 200 hari, bahkan ada yang 1 tahun, namun kesemuanya sepakat, andai saja Prabowo bakal melakukan saran sesuai materi pada narasi orasi mereka yang nyata berkesesuaian dengan fakta dan data hukum (black notes), bukan sekedar apriori, maka oposan yang hadir sepakat akan memberikan dukungan bulat berkelanjutan kepada Kabinet Merah Putih/ KMP, asalkan selanjutnya Prabowo berlaku adil, hukum ditegakkan dengan semestinya, dan ekonomi membaik serta tidak tunduk atau menolak politik oligarki.
Namun, baru saja kekinian ternyata nampak walau pemerintahan di bawah kendali Prabowo belum 100 hari, Prabowo sudah menarik simpati publik, sehingga para oposan, bakal terus mendukung pasca 100 hari Prabowo berkuasa
Lalu apa saja catatan kebijakan Prabowo yang melahirkan rasa simpati publik? Banyak topik berita yang ramai dalam beberapa hari ini dengan judul yang isi narasinya:
1. Upah minimum 2025 naik 6,5 Persen, aturan akan diterbitkan pekan depan ini.
2. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, “tengah mengkaji ulang soal dikeluarkannya rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) atas proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Jakarta Utara.” Karena ada temuan ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun RT-RW Kota/Kabupaten kawasan tersebut tak memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
3. Anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN naik jadi Rp 81,6 triliun, naik Rp 16,7 triliun untuk kesejahteraan guru. Sehingga tunjangan Guru ASN Sebesar Gaji Pokok, dan tunjangan untuk yang Non-ASN Rp 2 Juta rupiah.
Maka semoga, dukungan terhadap Presiden RI Prabowo pasca 100 hari (menuju 6 bulan/ 200 hari berkuasa) akan terus berlanjut serta pemerintahan Prabowo bakal bertambah kuat, asalkan pasca berkuasa 100 hari sudah ada tanda-tanda dimulainya proses hukum terhadap Jokowi, Gibran, Kaesang, Bobby Nst, Anwar Usman dan Kahiyang, termasuk sudah mencopot dan mengganti para menteri yang cacat moralitas kepada individu-individu yang profesional dan proporsional, para pakar atau ahli yang jujur (berintegritas).
(FHD/NRS)