Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Negara melalui Presiden Prabowo Subianto perlu terbitkan Keppres untuk membentuk wadah dalam bentuk lembaga sentral atau sebatas berdiri sendiri sendiri dalam bentuk Tim Pengawasan Kinerja perwilayah pada kesatuan Polri tingkat Polda dan tingkat Polres dan Pejabat Pemda Provinsi dan Pejabat Pada Tingkat Pemkab dan Pemkot. Dan struktural organisasinya berikut tehnis metode dan pola kinerja dapat menyusul kemudian sesuai arahan presiden.
Wadah aktivitas para aktivis ini merupakan sebuah lembaga atau badan yang bersifat independen serta diberi honor dan difasilitasi terbatas dan atau sebatas untuk beraktivitas.
Adapun faktor yang mendasari wacana dibentuknya lembaga ini adalah:
1. Pasal yang memuat “Peran Serta masyarakat yang diamanati oleh negara dan tercantum dalam sistim hukum yang ada dan berlaku di NRI;
2. Faktor moralitas dari perspektif sosiologis yang berupa realitas fenomena meningkatnya pelaku kejahatan ekonomi akibat dampak kerusakan moral pejabat publik, sehingga semakin tinggi tingkat ketidakpercayaan publik terhadap para pejabat atau aparatur lembaga negara yang ada.
Karena kerusakan moralitas bukanlah sesuatu yang melekat pada individu secara intrinsik, melainkan terbentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial serta budaya, maka fenomena inilah yang menjadi salah satu sejarah yang melatarbelakangi wacana berdirinya lembaga independensi sebagai rumah para aktivis yang serius berharap agar cita cita konstitusi mengarah kepada wujud yang nyata. Dan terlebih lembaga ‘model’ kompolnas, ombudsman bagai tak bergigi namun menelan banyak anggaran negara.
Lembaga independen dengan kegiatan terbuka ini berfungsi memberi pengaduan atau laporan atau sinergi fungsi namun tidak berkoordinasi dengan KPK dan Polri serta Kejaksaan RI. Dan lembaga ini diharapkan bisa berteriak lantang dan diberikan hak melakukan aksi dengan diberikan kewenangan mengundang masyarakat melakukan demostrasi, andai hasil temuan dan investigasi mereka tidak dipedulikan oleh pihak aparatur penegak hukum (3 institusi penegak hukum a quo) dan atau jika investigasi mereka mendapatkan obstruksi dari pihak aparatur penegak hukum dan atau pejabat publik penyelenggara negara (ekskutif, legislatif dan yudikatif).
Para anggota sentral atau tim selain mesti berasal dari kelompok Para Aktivis Hukum dam relawan yang memiliki kejelasan track record perjuangan selama “orde Jokowi” termasuk para aktivis atau relawan yang pernah dihukum oleh sebab faktor kriminalisasi pada era Jokowi, dan anggota tim dipilih dan diangkat serta disumpah berdasarkan “klausula kesepakatan janji khusus” dan ditandangani dihadapan MUI bersama dengan para rohaniawan sesuai agama masing masing anggota yang dilakukan di tiap tiap wilayah provinsi, kab/ kota.
Dan lembaga ini juga mendapatkan pelatihan ahli atau pakar ekonom dan pakar komputer dan bidang bidang lainnya, sesuai kebutuhan aktivitas dan program kerja, serta diberikan hak untuk memiliki asisten yang berasal dari relawan untuk membantu sesuai bidang yang dibutuhkan terkait multi objek temuan atau kebutuhan investigasi terhadap berbagai kasus temuan dan atau investigasi terhadap bidang diluar konsentrasi para anggota tim (ilmu diluar bidang hukum).
Jika anggota lembaga independen ini cukup bukti melanggar “janji khusus” yang tertera pada isi sumpah jabatan, wajib dikenakan tuntutan sanksi penjara yang terberat ditambah 1/3 dari ancaman hukuman terberat, atau setidak tidaknya tuntutan dan vonis sama sekali tanpa keringanan dari sanski pokok yang terberat.
Semoga saja Presiden Prabowo Subianto dapat menerima masukan lalu mempertimbangkan wacana publik yang mungkin bisa sebagai representatif riil Para Aktivis Tanah Air.
(FHD/NRS)



