KNews.id – Denpasar, 23 Oktober 2025 – Perubahan iklim merupakan tantangan global yang semakin mendesak dengan dampak luas terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat, terutama sektor pertanian. Di Indonesia, dampak perubahan iklim terlihat jelas dari data BPS yang menunjukkan penurunan produksi padi sebesar 1,55%, dari 53,98 juta ton di 2023 menjadi 53,14 juta ton di 2024. Dampak ini secara langsung memengaruhi kesejahteraan petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan lndonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya mitigasi dan adaptasi yang terintegrasi. Salah satu solusi strategis adalah pengembangan asuransi pertanian sebagai instrumen pelindungan finansial bagi petani.
Sebagai bentuk komitmen nyata mendukung pemerintah dalam program ketahanan pangan di sektor pertanian, PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) yang merupakan Anggota Holding Asuransi dan Penjaminan, Indonesia Financial Group (IFG) menggandeng PT Tugu Insurance menjalin kerja sama melalui skema co-insurance berbasis teknologi Agritech. Berkat konsep progresif ini, Askrindo berhasil keluar sebagai runner-up dari ajang Call for Proposal – Inclusive Insurance Challenge Fund (IICF) 2025, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Insurance and Risk Finance Facility – United Nations Development Programme (IRFF UNDP). Atas penghargaan ini di hadapan 800 perwakilan dari 20 negara, Askrindo juga telah melakukan penandatanganan Letter of Acceptance untuk pengembangan terobosan Asuransi Pertanian ini dalam acara AAUI 29th Indonesia Rendezvous pada 17 Oktober 2025 di Bali International Convention Center, Bali.
Direktur Bisnis Askrindo, Budhi Novianto, mengapresiasi inisiatif jawara ini yang dinilai mampu mendorong penguatan literasi serta inklusi asuransi di kalangan petani. Ia menyebutkan bahwa asuransi pertanian merupakan solusi penting untuk memitigasi risiko yang dihadapi petani, seperti menjaga arus kas dan mempercepat pemulihan pascabencana. Namun, skema asuransi konvensional yang selama ini diterapkan berbasis indemnity, sehingga memerlukan verifikasi kerugian di lapangan — proses yang cenderung lambat, mahal, dan rawan moral hazard.
“Oleh karena itu, Askrindo hadir dengan pembaruan konsep produk asuransi pertanian agar sesuai dengan keadaan dan adaptif terhadap pola risiko yang berubah atas perubahan iklim, seperti skema asuransi pertanian berbasis indeks atau parametrik yang memungkinkan pembayaran otomatis berbasis data,” jelas Budhi.
Tidak seperti asuransi konvensional berbasis indemnity yang membutuhkan verifikasi langsung di lahan sebelum klaim dibayarkan, asuransi pertanian berbasis parametric memungkinkan pembayaran klaim secara otomatis berdasarkan indikator tertentu — seperti curah hujan yang berada di bawah ambang batas atau hasil panen yang tidak mencapai standar. Dengan mekanisme ini, proses klaim menjadi lebih cepat, efisien, dan dapat mencakup wilayah yang lebih luas.
“Skema ini juga menghilangkan kebutuhan verifikasi per individu petani, sehingga proses pencairan klaim menjadi lebih cepat dan biaya administrasi dapat ditekan. Meski demikian, skema ini tetap mengandung risiko yang perlu dikelola melalui perancangan indeks yang tepat serta penggunaan data berkualitas tinggi.,” tambah Budhi.
Askrindo menawarkan solusi asuransi adaptif untuk mendukung asuransi di sektor pertanian. Melalui implementasi sistem berbasis teknologi, dengan inovasi mencakup penyederhanaan dan digitalisasi proses, pengembangan model hybrid atau parametrik, peningkatan literasi dan edukasi petani, optimalisasi kemitraan distribusi, serta integrasi dengan program Pemerintah dan Swasta.
“Harapannya, skema ko-asuransi pertanian berbasis teknologi ini diharapkan dapat mendukung visi pemerintahan Kabinet Merah Putih yang tercantum dalam Misi Asta Cita serta program-program prioritas lainnya. Kami optimis inisiatif ini akan mempermudah implementasi asuransi pertanian dan memperluas jangkauannya secara lebih efektif,” tutup Budhi.
Denpasar, 23 Oktober 2025 – Perubahan iklim merupakan tantangan global yang semakin mendesak dengan dampak luas terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat, terutama sektor pertanian. Di Indonesia, dampak perubahan iklim terlihat jelas dari data BPS yang menunjukkan penurunan produksi padi sebesar 1,55%, dari 53,98 juta ton di 2023 menjadi 53,14 juta ton di 2024. Dampak ini secara langsung memengaruhi kesejahteraan petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan lndonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya mitigasi dan adaptasi yang terintegrasi. Salah satu solusi strategis adalah pengembangan asuransi pertanian sebagai instrumen pelindungan finansial bagi petani.
Sebagai bentuk komitmen nyata mendukung pemerintah dalam program ketahanan pangan di sektor pertanian, PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) yang merupakan Anggota Holding Asuransi dan Penjaminan, Indonesia Financial Group (IFG) menggandeng PT Tugu Insurance menjalin kerja sama melalui skema co-insurance berbasis teknologi Agritech. Berkat konsep progresif ini, Askrindo berhasil keluar sebagai runner-up dari ajang Call for Proposal – Inclusive Insurance Challenge Fund (IICF) 2025, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Insurance and Risk Finance Facility – United Nations Development Programme (IRFF UNDP). Atas penghargaan ini di hadapan 800 perwakilan dari 20 negara, Askrindo juga telah melakukan penandatanganan Letter of Acceptance untuk pengembangan terobosan Asuransi Pertanian ini dalam acara AAUI 29th Indonesia Rendezvous pada 17 Oktober 2025 di Bali International Convention Center, Bali.
Direktur Bisnis Askrindo, Budhi Novianto, mengapresiasi inisiatif jawara ini yang dinilai mampu mendorong penguatan literasi serta inklusi asuransi di kalangan petani. Ia menyebutkan bahwa asuransi pertanian merupakan solusi penting untuk memitigasi risiko yang dihadapi petani, seperti menjaga arus kas dan mempercepat pemulihan pascabencana. Namun, skema asuransi konvensional yang selama ini diterapkan berbasis indemnity, sehingga memerlukan verifikasi kerugian di lapangan — proses yang cenderung lambat, mahal, dan rawan moral hazard.
“Oleh karena itu, Askrindo hadir dengan pembaruan konsep produk asuransi pertanian agar sesuai dengan keadaan dan adaptif terhadap pola risiko yang berubah atas perubahan iklim, seperti skema asuransi pertanian berbasis indeks atau parametrik yang memungkinkan pembayaran otomatis berbasis data,” jelas Budhi.
Tidak seperti asuransi konvensional berbasis indemnity yang membutuhkan verifikasi langsung di lahan sebelum klaim dibayarkan, asuransi pertanian berbasis parametric memungkinkan pembayaran klaim secara otomatis berdasarkan indikator tertentu — seperti curah hujan yang berada di bawah ambang batas atau hasil panen yang tidak mencapai standar. Dengan mekanisme ini, proses klaim menjadi lebih cepat, efisien, dan dapat mencakup wilayah yang lebih luas.
“Skema ini juga menghilangkan kebutuhan verifikasi per individu petani, sehingga proses pencairan klaim menjadi lebih cepat dan biaya administrasi dapat ditekan. Meski demikian, skema ini tetap mengandung risiko yang perlu dikelola melalui perancangan indeks yang tepat serta penggunaan data berkualitas tinggi.,” tambah Budhi.
Askrindo menawarkan solusi asuransi adaptif untuk mendukung asuransi di sektor pertanian. Melalui implementasi sistem berbasis teknologi, dengan inovasi mencakup penyederhanaan dan digitalisasi proses, pengembangan model hybrid atau parametrik, peningkatan literasi dan edukasi petani, optimalisasi kemitraan distribusi, serta integrasi dengan program Pemerintah dan Swasta.
“Harapannya, skema ko-asuransi pertanian berbasis teknologi ini diharapkan dapat mendukung visi pemerintahan Kabinet Merah Putih yang tercantum dalam Misi Asta Cita serta program-program prioritas lainnya. Kami optimis inisiatif ini akan mempermudah implementasi asuransi pertanian dan memperluas jangkauannya secara lebih efektif,” tutup Budhi.
(FHD/ASK)