KNews.id – Jakarta – PT Gudang Garam Tbk (GGRM), salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia, tengah menghadapi tantangan berat dari berbagai sisi. Gudang Garam juga dilaporkan mengalami penurunan drastis di harga sahamnya.
Berdasarkan data Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja keuangan Gudang Garam melorot. Sepanjang 2024 perusahaan hanya membukukan laba bersih sebesar Rp 980,8 miliar turun 81,57 persen dibandingkan dengan laba pada 2023 yang mencapai Rp 5,32 triliun.
Tantangan keuangan yang dihadapi oleh Gudang Garam juga terlihat dari pembelian tembakau yang mereka gunakan. Selama 2024 lalu, Gudang Garam mulai berhenti membeli tembakau dari Temanggung. Pada 2025 ini, Gudang Garam juga dipastikan tidak akan membeli tembakau dari Temanggung.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan, menyampaikan hal tersebut usai mengunjungi kantor Gudang Garam. “Kami kemarin visit industri dalam rangka ingin menanyakan lagi apakah beli tembakau Temanggung apa tidak, ternyata 2025 masih tidak beli,” kata Agus melalui sambungan telepon, Senin, 16 Juni 2025.
Ia menyebut pernyataan resmi dari Gudang Garam pada 10 Juni lalu memperkuat kemungkinan perusahaan tidak akan menyerap tembakau Temanggung tahun ini. “Musim panen 2025 kemungkinan tak beli sesuai dengan statmen Gudang Garam pada 10 Juni 2025,” tuturnya.
Menurut Agus, saat ini stok bahan baku tembakau di PT Gudang Garam memang sedang dalam kondisi melimpah. Bahkan, jika diproses sesuai kapasitas produksi saat ini, persediaan tersebut diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga empat tahun ke depan. Informasi ini disampaikan langsung oleh pihak manajemen PT Gudang Garam di Kediri.
“Jadi memang tidak lagi kondusif untuk membeli bahan baku khususnya dari Temanggung,” kata Agus.
Selain itu, Agus menjelaskan bahwa penurunan serapan tembakau dipicu oleh menurunnya penjualan rokok. Kenaikan cukai membuat harga rokok melonjak, sehingga konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Sementara itu, peredaran rokok ilegal semakin marak. “Ini sebenarnya kebijakannya bukan di pemkab karena urusan tembakau di pemerintah pusat,” sebut Agus.
Senada dengan Agus, pihak Gudang Garam beralasan penurunan ini didorong oleh sejumlah faktor terutama meningkatnya tarif cukai rokok. Selain itu, Gudang Garam juga harus bersaing dengan perusahaan rokok menengah dan kecil yang mampu menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau. Terlebih lagi dengan maraknya peredaran rokok ilegal yang menawarkan harga jauh lebih murah karena tidak memakai cukai.
Maraknya Rokok Ilegal
Indodata Research Center mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, peredaran rokok ilegal terdiri atas rokok tanpa pita cukai (polos), rokok palsu, rokok salah peruntukan (saltuk), rokok bekas, dan rokok salah personalisasi (salson), dengan potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.
Direktur Eksekutif Indodata Research Center Danis Saputra Wahidin menyatakan bahwa rokok ilegal yang beredar didominasi oleh jenis polos tanpa pita cukai sebesar 95,44 persen, diikuti rokok palsu 1,95 persen, saltuk 1,13 persen, rokok bekas 0,51 persen, dan salson 0,37 persen.
Berdasarkan data dari 2021 hingga 2024, dia menjelaskan bahwa konsumsi rokok ilegal menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan.
“Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun,” kata Danis dalam keterangannya.