spot_img

Amanah Pendiri Tunggal TPUA Waspadai Sepak Terjang Mahluk Alien Oplosan

Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

KNews.id – Jakarta, Hendaknya para pejuang TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) tidak hanya cukup _ngotot_ tapi keliru, sebab nir bekal asas legalitas.

- Advertisement -

Prinsipnya para aktivis nasionalis kawakan Dr. Roy dan aktivis Dr. Rismon diyakini kualitas (integritasnya) baik keduanya sebagai pakar IT dan pejuang bernalar sehat, dan diakui mumpuni (kapabel) dalam bidang sains (teknologi informasi), selain faktor keberanian dan latar belakang karakter dan intelektualitas mereka, yang jika diamati oleh TPUA semata demi kebaikan, keutuhan bangsa dan tanah air dan mecegah kontaminasi residu dari para sosok pemimpin yang tidak berkualitas (tidak kredibel) sehingga mengkhawatirkan mereka sebagai anak bangsa WNI yang memang dihimbau, diminta care oleh sistim hukum positif atau semua ketentuan dalam perundang-undangan.

Namun dalam pembahasan artikel, ini kedua pakar secara hukum bukan atau tidak dapat dipandang dari kacamata hukum sebagai ahli yang diajukan oleh TPUA. Apa argumentasi hukumnya?

- Advertisement -

Karena pendapat kedua pakar idola publik ini, sengaja dipublis dihadapan publik sebelum gelar perkara. Maka publikasi bukan bagian dari prosedural (diluar hukum acara/KUHAP). Namun pastinya demi kepastian hukum (legalitas) dan rasa keadilan (justice) Dr. Roy dan Dr Rismon Sianipar. Harus dimintakan keterangan kesaksiannya dan memperlihatkan keahliannya serta diberikan waktu yang cukup untuk menganalisis atau memaparkan hasil riset (ilmiah). Bukan kata mereka selaku pakar IT, namun kata ilmu pengetahuan dan tekhnologi, semata demi kebutuhan agar hukum bermanfaat sesuai fungsi dan tujuan hukum.

Oleh karenanya TPUA tidak boleh memaksakan (subjektivitas) tanpa dasar hukum mempressur penyidik agar mengikuti ketentuan hukum diluar prinsip ketentuan (kuhap dan Perkappolri), seperti pada acara khusus gelar perkara terhadap Pengaduan oleh TPUA di Bareskrim kemarin (Kamis, 4 Juli 2025), bahwa oleh sebagian anggota TPUA Roy dan Rismon seolah merupakan pakar (independen) yang dimintakan oleh TPUA ini sudah keluar dari rel, yang harus ditampilkan.

Namun yang benar kedua Pakar harus diundang pada proses investigasi, bukan tiba tiba keluar pengumuman hasil investigasi ijazah otentik, tanpa memanggil dan memeriksa kedua pakar menjadi saksi (bukan sebagai ahli), yang kebetulan keduanya adalah pakar IT. Sehingga Roy dan Suryo merupakan saksi a charge (memberatkan) bagi si Teradu. Terlebih Kedua pakar terlibat atau sengaja dilibatkan dalam perkara lain namun dengan objek yang sama yakni terlapor di Reskrimum polda Metro Jaya. Sehingga memang secara hukum Kedua Pakar Roy dan Rismon tidak patut sebagai ahli dalam laporan Dumas (pengaduan) TPUA, dan tidak layak jika Penyidik Polri tidak menjadikan Kedua Pakar / Ahli IT(Roy dan Rismon) sebagai saksi dengan barang bukti yang dijadikan menjadi salah satu alat bukti hasil temuan riset mereka orlu TPUA (Pengadu).

Baiknya rekan-rekan TPUA jangan semangat gak karuan. Terlebih jangan telan mentah mentah “andai” ada separuh makhluk asing (‘alien oplosan’) dengan menggunakan atau memaksa ikut terlibat dalam pelaporan Dumas TPUA (9/12/2025), lalu mengangkat dirinya sendiri, lalu andai oknum dimaksud ekspresikan dirinya dengan plakat mediator ala restoratif justice atau neigosiasi atau musyawarah, namun praktiknya kontraproduktif, dan melulu aroma yang keluar dari rongga mulutnya (lisannya) unsurnya sarat dengan menyerang institusi polri?

Yang tragis, andai rekan-rekan TPUA mau ditunggangi sosok oknum konyol tersebut, yang tidak mau mendampingi para akademisi nalar sehat dihadapan penyidik yang jelas jelas telah dilaporkan, termasuk anggota TPUA yang juga menjadi terlapor. Kalau ada atau akan muncul mahluk alien ini harus diantisipasi, diwaspadai dan dijauhi? Berkoar menghujat aparatur, padahal tugas dirinya (mirip anggaran dasar organisasi berdiri pertama kalinya) dia mengangkat dirinya sebagai koordinator non litigasi? Dan tanpa sadari TPUA yang berdirinya lebih dulu dan pendirinya jauh berlipat ganda elegan, justru tiba tiba seolah degradasi otomatis dibawah dirinya? Yang gak berani atau tidak mampu mengadvokasi rekan rekan pejuang TPUA? Haya pandai memprovokasi. Maka andai ada anggota pengurus yang nol ketersinggungan gak ngerti atau ‘gak faham’ atau…? Jangan lah melunturkan atau miniaturkan intelektualitas TPUA !

Termasuk anggota TPUA yang justru sibuk bicara namun ‘nihil’ menyentuh substansial pembelaan materi hukum, maka segera introspeksi diri, oleh sebab hukum pelaporan dari Jokowi ke reskrimum Polda “negarawan dan banyak jalan” dan juga eksis pelaporan diberbagai kantor Kepolisian RI oleh “simpatisiawan (bobotoh Jokowi) ?” Diantaranya oleh sebab eksistensi tuduhan publik dan atau oleh sebab adanya pengaduan oleh TPUA ke Bareskrim dan oleh karenanya tentu cenderung high risk implikasi? Maka perlawanannya harus qualified melulu bersandar asas legalitas (teori dan asas hukum) dan atau legal standing tidak sekedar cuap cuap (ngartis) dan dipajang untuk menjustifikasi sosok alien disebelahnya, “ampun”.

- Advertisement -

Adapun predikat non litigasi dari sisi konsep metodologi, hendaknya para pejuang TPUA juga tidak kerdilkan intelektualitas selaku kelompok pejuang hukum (baca; memalukan) organisasi TPUA, malah terkecoh gegara makhluk alien ikut campur, mengaduk aduk nomenklatur ‘non litigasi’ karena pada praktiknya berbeda dengan terminologi non litigasi. Justru kompor agar kembali “ngontes”. Seharusnya prinsip laporan terhadap para aktivis (reskrimum) berhenti SP.3 para pejuang harus pulang kerumah, sebaliknya pada proses pengaduan di Bareskrim proses hukum terus ditingkatkan. Keduanya berdasarkan asas legalitas (ketentuan sistim hukum). Dan segala tindakan, bijaksana datang dari hasil putusan rapat atau diskusi hukum internal TPUA bukan perintah, namun hasil bedah kasus dan bedah pasal.

Pemahaman metodelogi non litigasi, merupakan unsur upaya hukum restoratif yang sportif win win solution, dalam artian konsep hukum adalah musyawarah negosiasi, bukan dengan ‘maaf’ , bacot keras mirip ke asupan setan, spesial memanas-manasi pihak aparat yang berwenang, namun beda sinyal kearah teori musyawarah (non litigasi) antara pelapor dengan terlapor, yang realitas mahluk alien praktikan (pertontonkan), ternyata tidak mensuport pihak yang berwenang berlaku kooperatif dengan mengajak diskusi hukum (pencerahan) atau kenyataannya tidak menghimbau pihak aparatur agar melakukan praktik non litigasi antara para terlapor dengan pelapor yang dalam penjabaran dan atau pencerahan konstruksi hukum terkait pasal kebohongan dan ujar kebencian, dan hal yang riil dilakukan para aktivis merupakan upaya perspektif (pendekatan hukum) sesuai peran serta masyarakat dalam kerangka pelaksanaan perintah undang-undang.

Sehingga praktik non litigasi tidak anomali atau kebalikan daripada litigasi malah mengompori, malah bukan cerminan restoratif justice (mediasi/ musyawarah) sesuai asas dan teori hukum pidana dalam kerangka penyelesaian kasus diluar peradilan.

Karena Litigasi adalah siap bertanding dalam kompetisi di badan peradilan. Bukan terus dengan narasi subjektivitas dengan aroma bunga bangkai dengan harapan terjadi litigasi atau kontra produktif dari makna non litigasi? Lalu nikmati kembali panjat pinang dengan suara kesetanan demi popularitas pribadi sambil singkirkan anggota TPUA demi ‘bisnis’ pribadi dan nama besar, lalu minta di transfer sebagai amal. kawan kawan TPUA diharapkan oleh Beliau Sang Pendiri Tunggal TPUA, agar terus menambah dan mengasah kecerdasan.

Anggota TPUA jangan buat malu, terperdaya (dibodohi) walau tentu ada manfaatnya, hanya oleh gaya makhluk asing, mesti sinerji antara satu dengan yang lain, hargai senioritas karena bagian daripada adab budaya sopan santun.

Berkebetulan penulis kemarin malam, tanpa rencana diberi amanah oleh Dr. Habieb Rizieq Shihab, Tokoh Tunggal Pendiri TPUA (2017) dihadapan Para Senioren TPUA, Ketua PLT dan Anggota serta Simpatisan TPUA, (Jumat malam, 4/7/2025), isi pesannya adalah, bahwasanya Penulis sebagai salah seorang tokoh dan anggota (eks sekjen TPUA), dan juga eks Koordinator TPUA khusus Para Pengacara TPUA pada agenda advokasi, dikatakan oleh Beliau memang dititip pesan (“sejak dulu”) agar penis menjaga dan mengawal persatuan dalam tubuh TPUA serta sinergi terhadap komponen aktivis lainnya yang segaris, dan terus (TPUA) prodeo menolong para korban yang menganggap dirinya mengalami intimidasi, persekusi, dikriminalisasi, atau diterorisasi oleh pihak pihak tertentu yang tak bertanggungjawab.

Selanjutnya, disarankan oleh Dr. HRS siapapun oknum yang ingin mencoba memecah belah atau menunggangi nama besar TPUA untuk kepentingan pribadi harus dicegah oleh Ketum dan Penulis (substansi pesan), kemudian melawan secara cerdas bukan sebaliknya malah menuruti apa kata makhluk mimikri, tetap konstitusional termasuk kedepankan pola tabayun diantara sesama anggota TPUA.

Dan pesan terakhirnya sangat berharga bagi ghiroh perjuangan, serta logis dari tinjauan kaca mata bening sikon geo politik a quo dengan gejala gejala saat ini),” jangan sampai TPUA justru terpecah saat menjelang kemenangan” gara gara sosok tidak jelas asal muasalnya.”

Penulis:

1. Pakar Ilmu Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum
2. Eks Sekjen TPUA dan eks Koordinator TPUA khusus menetapkan pengacara ikut dalam sebuah advokasi.

(FHD/NRS)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini