KNews.id – Jakarta – Pemerintah mematangkan rencana mengubah sistem rujukan berjenjang dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang selama ini membuat pasien mesti dilempar-lempar dari fasilitas kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya untuk mendapat perawatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai sistem yang selama ini mewajibkan pasien berpindah dari rumah sakit (RS) tipe rendah ke tipe tinggi tidak lagi relevan dengan kebutuhan pelayanan medis masa kini. Reformasi besar ini digadang-gadang menjadi tonggak baru dalam tata kelola rujukan, dengan tujuan menekan biaya dan mempercepat penanganan pasien.
Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menyampaikan bahwa pola rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ke rumah sakit akan disesuaikan berdasarkan kompetensi, bukan lagi jenjang rumah sakit seperti selama ini.
“Ke depan, kami juga akan memperbaiki terkait dengan rujukan. Kalau saat ini adalah rujukannya berjenjang, yaitu dari rumah sakit kelas D, kemudian kelas C, kemudian kelas B, sampai kelas A, maka ke depan kami akan melakukan perubahan perbaikan rujukan, menjadi rujukan berbasis kompetensi,” ujar Azhar, dalam rapat bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dalam sistem rujukan yang selama ini berjalan, perjalanan paisen untuk mendapatkan layanan kesehatan di RS tipe A tidaklah singkat. Pasien harus melewati faskes satu di Puskesmas atau klinik, lalu ke RS tipe D atau C, kemudian tipe B, sebelum akhirnya dilayani di RS tipe A.
Sekalipun pasien membutuhkan tindakan segera yang hanya ada di RS paripurna, ia tetap harus melewati tahapan berlapis tersebut. Kebijakan tersebut banyak dikritik karena menimbulkan biaya berulang. Selain itu, pasien sering kehilangan waktu akibat berpindah fasilitas yang ternyata tidak memiliki kompetensi memadai.
Dalam desain baru, rumah sakit tidak lagi diklasifikasikan berdasarkan tipe D hingga A, melainkan berdasarkan kompetensi medis, yakni layanan dasar (Puskesmas/FKTP), Rumah Sakit Madya, Rumah Sakit Utama, dan Rumah Sakit Paripurna.
Dokter akan menentukan rujukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, bukan lagi level rumah sakit secara administratif. “Perbaikan rujukan berjenjang ini berdasarkan kriteria sesuai indikasi medis atau tingkat keparahan penyakit yang ditentukan tenaga medis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi nanti Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) bisa merujuk ke FKT lainnya, atau dari FKTP ke RS Madya hingga Paripurna,” kata Azhar.
“Kalau rujukan ini tergantung kebutuhan medis pasien, maka akan terjadi penghematan. Kalau pasien sudah dirujuk, maka diharapkan selesai, tidak dirujuk-rujuk lagi. Teman-teman BPJS kalau sudah bayar, hanya satu RS saja, karena begitu sudah dirujuk, maka rujukan tersebut harus dilayani secara tuntas,” imbuh dia.
BPJS hemat, pasien tertolong
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, masyarakat akan lebih diuntungkan bila bisa langsung dirujuk ke fasilitas yang mampu menangani penyakitnya, tanpa harus melalui beberapa lapis rumah sakit.
“Dari BPJS itu biaya lebih murah, dari masyarakat juga lebih senang, enggak usah dia rujuknya tiga kali lipat, keburu wafat nanti dia kan. Lebih baik dia langsung saja dikasih ke tempat di mana dia bisa dilayani sesuai dengan anamnesis awalnya,” ujar Budi pekan lalu.
Menurut Budi, perubahan sistem rujukan menjadi berbasis kompetensi akan memberikan efisiensi besar bagi BPJS Kesehatan. Berkali-kali sampai Dapat RS Tepat Dengan model lama, BPJS harus membayar tagihan ke beberapa rumah sakit yang merujuk pasien secara bertahap. Sementara dengan sistem baru, biaya cukup dikeluarkan untuk satu rumah sakit yang benar-benar menangani pasien hingga tuntas.
Kesiapan RS tipe A
Di balik manfaat besar yang didapat bila kebijakan baru itu berlaku, ada potensi hambatan yang membayang-bayangi. Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago mengingatkan bahwa penghapusan sistem rujukan berjenjang mesti diikuti dengan peningkatan fasilitas dan tenaga kesehatan di semua tipe rumah sakit.
Politikus Nasdem itu khawatir kebijakan baru tersebut hanya berujung pada pemindahan beban ke rumah sakit tipe A yang jumlahnya terbatas. “Jika memang seperti itu tentu kami di Komisi IX bukan sekadar setuju, tapi juga pasti memberikan support. By the way, apakah RS tipe A yang berkompeten tersebut mampu menangani semua pasien rujukan tersebut? Itu pertanyaannya,” ujar Irma saat dihubungi, Jumat (14/11/2025).
Irma mengingatkan bahwa kapasitas rumah sakit tipe A umumnya tidak cukup besar untuk menampung seluruh pasien rujukan. Ia khawatir, kunjungan pasien di rumah sakit tipe A bakal membeludak dengan adanya kebijakan baru tersebut, sehingga para pasien akhirnya tak tertangani dengan optimal.
“Jangan sampai semua dirujuk ke tipe A sementara penanganannya terbatas, akan bikin gaduh nanti ketika harus ngantri lagi,” kata Irma. Baca juga: Menkes Akan Ubah Sistem Rujukan BPJS, Pasien dari Puskesmas Bisa Langsung ke RS Tipe A Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan rumah sakit tipe A sebagai pusat rujukan penyakit berat.
Irma berpandangan, pelayanan akan lebih efektif dan cepat jika seluruh tipe rumah sakit diperkuat fasilitas dan sumber daya manusianya, tidak bergantung pada rumah sakit tipe A. “Kenapa tidak di semua RS tipe memiliki alat dan SDM yang memadai, sehingga tidak perlu harus dirujuk ke RS A yang belum tentu juga dapat ditangani karena terlalu banyaknya pasien yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat tersebut,” kata Irma.



