spot_img
Kamis, Oktober 16, 2025
spot_img
spot_img

Ada Perdebatan Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Tengah Menghitung Upah Minimum Provinsi 2026

KNews.id – Jakarta, Rutinitas tahunan pekerja, pengusaha, dan pemerintah kembali akan berlangsung. Ketiga pihak ini akan menghitung Upah Minimum Provinsi 2026, yang menjadi dasar bagi perusahaan menetapkan gaji dan upah pekerja. Seperti yang terjadi setiap tahun, muncul perdebatan antara pengusaha dan pekerja soal formula penetapan UMP berikut kenaikannya.

Di satu kubu, pengusaha menghendaki UMP tidak naik atau naik dengan persentase seminim mungkin. Sementara itu, pekerja menuntut kenaikan UMP setinggi-tingginya. Di tengah-tengah itu, pemerintah berupaya menetapkan formula yang mengakomodasi berbagai kepentingan. Dari memenuhi kebutuhan pekerja yang nilainya berubah karena inflasi dan faktor ekonomi lain hingga kehendak pengusaha agar bisnisnya bisa berlanjut.

- Advertisement -

Tahun ini, kenaikan UMP sebesar 6,5 persen. Acuannya Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 yang menetapkan bahwa UMP 2025 = UMP 2024 + nilai kenaikan.

Dalam konferensi pers pada 13 Oktober 2025, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan UMP 2026 akan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang mencabut pasal penghitungan upah dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja, penghitungan UMP mengacu pada formula indeks tertentu atau variabel alfa (0,10-0,30). Nantinya indeks ini diganti dengan acuan prinsip atau standar kebutuhan hidup layak.

- Advertisement -

Standar ini yang bakal memicu perdebatan. Badan Pusat Statistik (BPS) memang telah menghitung angka acuan tahunan. Misalnya, pada 2024, standar hidup layak menurut BPS adalah Rp 12,34 juta per tahun atau Rp 1,02 juta per bulan.

Menurut pekerja, angka ini jauh dari standar hidup layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan anak, dan rekreasi. Serikat buruh menghitung standar hidup layak minimal Rp 3-4 juta, yang mana dianggap terlalu besar oleh pengusaha. Perdebatan ini yang bakal meramaikan pembahasan UMP 2026 antara serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah.

Terlepas dari perdebatan itu, apakah UMP sudah menjadi standar yang pas untuk mendorong kesejahteraan pekerja?

Motif di Balik Revisi UU Ketenagakerjaan

Upah Minimum demi Target

Menurut riset Center of Economic and Law Studies atau Celios yang dirilis pada November 2024, pemerintah dalam 10 tahun terakhir belum pernah menggunakan upah minimum sebagai kebijakan counter-cylical atau untuk merangsang ekonomi. Padahal upah minimum yang lebih baik akan mendorong konsumsi rumah tangga, menguntungkan pelaku usaha, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi secara agregat. Ini karena kenaikan upah minimum masih relatif rendah sehingga tidak terasa dampaknya.

Simulasi Celios menunjukkan kenaikan upah minimum 10 persen akan menambah konsumsi rumah tangga Rp 67,23 triliun dan memberikan dampak positif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah. Penyerapan tenaga kerja pun bisa mencapai 1,19 juta orang pada 2025.

- Advertisement -

Angka-angka tersebut jauh dari formula berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (berbasis UU Cipta Kerja) yang hanya menyerap 188 ribu pekerja baru. Secara agregat, kenaikan upah 10 persen bisa mendorong produk domestik bruto hingga Rp 122,2 triliun dan menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,94 persen.

Menurut Celios, agar penghitungan UMP maksimal, perlu lembaga independen yang mengkalkulasikannya dan dimonitor oleh serikat pekerja serta pengusaha. Dengan kata lain, penghitungan upah minimum tidak lagi merujuk pada data BPS. Apakah rekomendasi ini akan dijalankan Kementerian Ketenagakerjaan?

(FHD/Tmp)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini