Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Deskripsi pola penegakan hukum di era Presiden Prabowo mirip dengan istilah “treading water”, artinya berenang di tempat (stagnasi) atau belum mengalami kemajuan signifikan, utamanya di bidang pemberantasan korupsi, kalau pun ada baru sekedar lumayan, belum cepat mirip berenang gaya bebas atau front crawl (freestyle), baru tahap merangkak maju ke depan (crawl forwarder).
Pastinya pasca pergeseran politik kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo, terjadi faktor perbedaan yang mencolok pada perilaku kriminalisasi yang kerap dilakukan pada era rezim Jokowi berkuasa kepada para tokoh ulama, tokoh politik dan tokoh aktivis, dan walau pola buruk tersebut saat ini tetap ada digunakan, namun terbatas hanya untuk kalangan aktivis dan politis (tidak kepada kelompok ulama), serta diyakini hal kriminalisasi dilakukan atas pesanan “orang lama yang masih bercokol (tersisa) di dalam kabinet merah putih (KMP) saat ini, namun praktik kriminalisasi yang ada ternyata oleh Presiden Prabowo terhadap pelaksanaan sanksi hukumannya dihalangi (barrier) dengan pola amnesti dan abolisi serta para aktivis yang terkena penetapan Tersangka/TSK terkait tuduhan publik “Jokowi Ijazah Palsu” nyata diobstruksi, sehingga status perkaranya tidak berlanjut ketingkat tuntutan JPU.
Tentu saja residu dampak pola budaya kriminilasasi yang dicontohkan rezim Jokowi yang oleh penguasa kontemporer telah dihalangi, maka berdampak dukungan positif dari berbagai elemen dan kelompok masyarakat terhadap pemerintahan yang dikomandoi Presiden Prabowo.
Dan dukungan moral kepada Prabowo bakal istimewa terus mengalir di sektor penegakan hukum, khususnya terkait faktor temuan publik atas dugaan multi delik KKN yang dilakukan oleh eks presiden Jokowi dan para kroninya.
(FHD/NRS)



