spot_img
Selasa, November 18, 2025
spot_img
spot_img

Israel Berupaya Mandat DK PBB Untuk Pasukan di Gaza Bukan Sekadar Jaga Perdamaian

KNews.id – Tel Aviv, Pemerintahan Israel dilaporkan tengah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mandat Dewan Keamanan PBB terhadap pasukan internasional yang akan dikerahkan di Jalur Gaza bersifat luas. Ini termasuk mandat untuk bertindak tegas melawan Hamas dengan tujuan melucuti senjatanya.

Tindakan Israel ini dilakukan menjelang pemungutan suara mengenai masalah ini di Dewan Keamanan PBB pada Senin. Otoritas penyiaran Israel mengutip para pejabat yang mengatakan bahwa Israel menuntut agar mandat yang diberikan kepada pasukan stabilitas internasional berada di bawah Artikel VII DK PBB. Artinya, tanggung jawab pasukan nantinya adalah melaksanakan stabilisasi bahkan dengan menggunakan kekuatan, dan bukan sekadar menjaga perdamaian.

- Advertisement -

Artikel VII memberikan kekuatan internasional kekuasaan yang luas, karena pembentukannya tidak memerlukan persetujuan semua pihak. Artikel ini juga memberikan pasukan internasional hak untuk menegakkan ketertiban dan keamanan melalui kekuatan militer, dan menggunakan senjata untuk melindungi warga sipil dan melucuti kelompok bersenjata, selain mandat yang diberikan kepadanya untuk melaksanakan inisiatif di lapangan guna mencegah eskalasi.

Otoritas Penyiaran Israel mengatakan bahwa keputusan yang akan diambil Dewan Keamanan mengenai kekuasaan pasukan internasional akan menentukan siapa saja negara-negara yang akan berpartisipasi di dalamnya. Perlu dicatat bahwa Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa kedatangan pasukan stabilisasi internasional di Jalur Gaza sudah sangat dekat, dan dia yakin bahwa segala sesuatunya “sejauh ini berjalan baik” dalam kerangka gencatan senjata.

- Advertisement -

Amerika Serikat menyiapkan rancangan resolusi mengenai kekuatan internasional, yang diserahkan ke Dewan Keamanan PBB, berdasarkan 20 poin rencana Trump untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza. Pasukan ini seharusnya menggantikan tentara pendudukan Israel segera setelah mereka memasuki Jalur Gaza.

Brigade Al-Qassam menerbitkan video penyerangan di timur Khan Yunis, Selasa (24/6/2025).

Perang genosida yang dilancarkan pendudukan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menyebabkan lebih dari 69.000 orang menjadi martir dan lebih dari 170.000 orang terluka, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, serta hancurnya lebih dari 90 persen bangunan di Jalur Gaza.

Israel terus membombardir Jalur Gaza dan menghancurkan sisa-sisa rumahnya, meskipun perjanjian gencatan senjata telah dicapai pada 10 Oktober, yang mengakibatkan ratusan orang Palestina mati syahid dan terluka, serta membatasi masuknya makanan dan pasokan medis.

Pembentukan pasukan stabilisasi internasional (ISF) mendasari 20 poin “rencana perdamaian” Trump. AS berharap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan mandat resmi kepada pasukan tersebut akan disahkan awal pekan depan dan mengharapkan rincian tegas mengenai komitmen pasukan akan menyusul.

“Langkah pertama adalah kita harus mendapatkan [resolusi],” kata pejabat AS dikutip the Guardian. “Negara-negara tidak akan membuat komitmen tegas sampai mereka benar-benar melihat kesepakatan yang telah disepakati.”

- Advertisement -

Trump telah mengesampingkan penempatan tentara AS untuk membuka jalan bagi penarikan Israel, atau mendanai rekonstruksi. “AS sudah sangat jelas menyatakan bahwa mereka ingin menetapkan visi tersebut dan tidak membayarnya,” kata salah satu sumber diplomatik.

Awal bulan ini, komando regional militer AS Centcom menyusun rencana untuk menempatkan pasukan Eropa – termasuk ratusan tentara Inggris, Prancis, dan Jerman – sebagai inti ISF, menurut dokumen yang dilihat oleh Guardian.

Mereka mencakup hingga 1.500 tentara infanteri dari Inggris, dengan keahlian termasuk penjinak bom dan petugas medis militer, dan hingga 1.000 tentara Prancis untuk menjaga pembersihan jalan dan keamanan. AS juga menginginkan pasukan dari Jerman, Belanda, dan negara-negara Nordik untuk menangani rumah sakit lapangan, logistik, dan intelijen.

Salah satu sumber menggambarkan rencana tersebut sebagai “delusi”. Setelah misi panjang di Irak dan Afghanistan, sangat sedikit pemimpin Eropa yang bersedia mempertaruhkan nyawa tentara mereka di Gaza, meskipun mereka telah menjanjikan dukungan lain. Hanya Italia yang menawarkan potensi kontribusi pasukan.

Dokumen-dokumen tersebut ditandai bukan rahasia, yang menunjukkan bahwa AS tidak menganggap rencana militer tersebut sebagai hal yang sangat sensitif. Sifat dokumen itu juga menunjukkan potensi dijalankan dalam hitungan hari.

Seorang pejabat AS mengatakan angka-angka yang tercantum dalam dokumen tersebut mengandung “banyak ketidakakuratan” dan Washington tidak merancang pasukan Eropa akan menjadi inti ISF. Ia menambahkan bahwa perencanaan untuk Gaza berjalan cepat. “Ini sangat dinamis. Sangat cair,” kata pejabat AS itu.

Yordania tercatat sebagai salah satu negara yang mungkin akan menyumbangkan ratusan pasukan infanteri ringan dan hingga 3.000 petugas polisi, meskipun Raja Abdullah secara eksplisit mengesampingkan pengiriman pasukan karena negaranya “terlalu dekat secara politik” dengan Gaza.

Lebih dari separuh warga Yordania adalah keturunan Palestina, dan menyetujui untuk mengawasi reruntuhan wilayah tersebut dengan berkoordinasi dengan pasukan Israel akan menjadi ancaman yang sangat tidak populer terhadap keamanan nasional Yordania.

Sikap ini disampaikan Raja Abdullah sebelum berkunjung ke Indonesia menemui sahabatnya Presiden Prabowo Subianto. Prabowo sebelumnya menjanjikan 20 ribu prajurit TNI untuk diterjunkan ke Gaza. Selepas pertemuan keduanya pekan ini, kedua kepala negara menyatakan akan berbagi intelijen soal Gaza.

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan sejauh ini pemerintah Indonesia masih berkomitmen mengirimkan pasukan. Menurutnya, Indonesia punya dua jalan untuk mendapatkan restu mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza.

Restu itu harus didapatkan pemerintah guna memastikan pengiriman pasukan perdamaian bisa berjalan dengan lancar. “Ada dua alternatif. Alternatif pertama adalah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” kata Sjafrie saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Jumat.

Indonesia dan PBB sendiri sudah lama saling bekerja sama dalam pengiriman pasukan perdamaian di beberapa daerah konflik seperti Afrika dan Lebanon. “Alternatif kedua yakni di bawah persetujuan organisasi internasional yang diinisiasikan oleh Presiden Amerika Serikat,” kata Sjafrie.

Skema kedua ini mirip dengan saat Amerika Serikat bersama sekutu menyerang Irak pada 2003 silam. Kala itu, PBB tak memberikan lampu hijau untuk invasi ke Irak. Perang panjang itu akhirnya membuat kondisi kian runyam di Timur Tengah dan menelan korban ratusan ribu jiwa.

Untuk mendapatkan restu dari organisasi internasional ini, Sjafrie mengatakan diperlukan pendekatan dan komunikasi antar kepala negara agar tercipta sebuah kesepakatan tingkat internasional. Tidak hanya itu, Indonesia juga harus mendapatkan dukungan dari negara-negara yang dinilai kompeten terkait persoalan konflik di Gaza.

“Bagi negara-negara Arab, yaitu Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar dan Uni Emirat Arab, kalau itu menyatakan silahkan, maka Indonesia dengan senang hati akan melibatkan,” jelas Sjafrie. Ia juga menyinggung Israel sebagai salah satu negara tersebut. “Tentu saja (termasuk) Israel, karena Israel adalah bagian yang sangat kompeten di dalam persoalan ini,” kata Sjafrie.

Sjafrie memastikan pihaknya sudah menyiapkan 20.000 personel yang terdiri dari pasukan kesehatan dan pasukan Zeni untuk diterjunkan dalam misi perdamaian di Gaza. Dia berharap seluruh persyaratan dan dukungan dari negara lain dapat dikantongi pemerintah sehingga dalam wakt dekat dapat mengirim pasukan perdamaian ke Gaza.

(FHD/Rpk)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini