KNews.id – Khartoum, Ketua Dewan Keamanan Transisi Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, pada Jumat (14/11/2025) mengumumkan mobilisasi umum di Angkatan Bersenjata dan mengajak semua warga Sudan yang mampu mengangkat senjata untuk maju dan ikut serta dalam pertempuran melawan Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
Al-Burhan mengatakan di hadapan kerumunan massa di kota Al-Suraija, Provinsi Al-Jazirah, bahwa dirinya tidak akan menerima para pemberontak dan para pendukung mereka, sambil menegaskan bahwa hak-hak korban sipil yang tewas di tangan RSF tidak akan sia-sia.
Dikutip Aljazeera, Ahad (16/11/2025), dia menambahkan, rakyat Sudan akan membalas pemberontak dan perang tidak akan berhenti sampai pemberontakan berakhir, sambil menekankan bahwa angkatan bersenjata bertekad untuk mengakhiri pemberontakan.
Dia juga menyatakan, pihaknya menolak mediasi dari pihak mana pun sebelum RSF melucuti senjata mereka.
Menanggapi hal itu, penasihat komandan RSF, Mohamed Hamdan Hamidati, mengatakan a pengumuman mobilisasi dan penolakan untuk bernegosiasi oleh Al-Burhan merupakan pesan bagi mereka yang berpikir bahwa mereka akan menanggapi inisiatif untuk mengakhiri perang. Ini juga sekaligus tanggapan atas pernyataan Rubio dan pesan kepada komunitas internasional.
Penasihat Hamidati menganggap syarat Al-Burhan untuk menyerahkan senjata RSF sebelum negosiasi sebagai mimpi yang tidak realistis dan tidak aman.
Misi investigasi PBB
Hal ini terjadi pada saat Dewan Hak Asasi Manusia PBB, hari Jumat ini, dengan suara bulat mengesahkan keputusan untuk membentuk misi investigasi atas pelanggaran yang dilakukan di kota El Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara, yang dikuasai RSF.
Dewan Hak Asasi Manusia memerintahkan para penyelidik untuk mengidentifikasi semua pihak yang terlibat dalam kekejaman yang diduga dilakukan di El Fasher untuk membantu membawa mereka ke pengadilan.
Pada Jumat, Turki menyerukan penghentian segera pertempuran di kota El Fasher dan sekitarnya di negara bagian Darfur Utara di Sudan, penghentian serangan terhadap warga sipil, dan penyediaan jalur kemanusiaan yang aman untuk pengiriman bantuan tanpa hambatan, di tengah meningkatnya kekerasan dan meluasnya bentrokan di wilayah tersebut dan di Sudan Barat serta Kordofan.
Seruan Turki tersebut disampaikan dalam pidato yang disampaikan oleh Duta Besar Turki untuk Kantor PBB di Jenewa, Burak Akçapar, dalam sidang khusus ke-38 Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Setengah penduduk membutuhkan bantuan kemanusiaan
Dalam konteks yang sama, Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Denmark, Charlotte Selenty, memperingatkan setengah dari penduduk Sudan— yaitu lebih dari 30 juta orang— membutuhkan bantuan kemanusiaan setelah lebih dari dua tahun perang.
Setelah melakukan kunjungan lapangan ke perbatasan Sudan-Chad, Selenty mengatakan penderitaan penduduk tidak dapat dibayangkan, sambil menunjuk pada arus besar pengungsi yang masuk ke Chad, yang menampung 1,5 juta pengungsi Sudan penghuni kamp-kamp di sepanjang perbatasan.
Selenti mengkritik sikap pasif masyarakat internasional. Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan tidak menghentikan kekerasan dan tidak mengurangi skala bencana kemanusiaan.
Dia mengatakan, memiliki jumlah pengungsi internal terbesar di dunia dengan dilaporkannya pelanggaran-pelanggaran besar-besaran termasuk pembunuhan massal, kekerasan seksual, penangkapan, penculikan, dan penghilangan paksa.
Dia juga berbicara tentang meningkatnya kekerasan dalam beberapa pekan terakhir, setelah pasukan dukungan cepat menguasai kota El Fasher dan pertempuran meluas ke Kordofan, di mana kota Kadugli dan Dilling dikepung, sementara serangan terhadap Babnusa terus berlanjut.
Menurut PBB, perang yang meletus di Sudan sejak April 2023 telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan 12 juta orang mengungsi ke dalam dan luar negeri, yang dianggap sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.



