Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Antidote dalam bahasa Indonesia sering disebut antidot atau penawar racun, zat yang dapat melawan efek dari racun, bisa ular, atau zat berbahaya lainnya. Fungsinya adalah untuk menetralisir racun atau mencegah efek berbahayanya menyebar dalam tubuh.
Dalam konteks sosial dan politik antidot bisa metamorfosis sebagai obat mujarab terhadap situasi danbkondisi yang tidak diinginkan. Sedangkan Illuminati (bentuk jamak dari kata Latin illuminatus) berarti “yang tercerahkan”.
Dalam konteks sejarah dan budaya populer, illuminati istilah ini merujuk pada sejarah Ordo Illuminati Bavaria, sebuah perkumpulan rahasia di Jerman Tenggara, yang pada abad ke-18 mempromosikan pencerahan, rasionalisme, dan sekularisme, yang akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Bavaria.
Bavaria sendiri adalah negara bagian yang memiliki budaya, sejarah, dan dialeknya yang khas sendiri. Sekarang dikenal sebagai ibu kota Muenchen, yang mengangap mereka adalah masyarakat yang lebih dulu daripada orang-orang Jerman lainnya (rasialis).
Dalam teori konspirasi modern, “Illuminati” adalah nama yang digunakan untuk menyebut kelompok rahasia elit yang diyakini mengendalikan atau memanipulasi kejadian global dari balik layar, dengan tujuan membentuk tatanan dunia baru (New World Order).
Sedang diksi dan fiksi illuminati merupakan sebuah cerita terkenal dalam komik Marvel (Marvel Comik). Illuminati merupakan kelompok pahlawan super fiktif yang bekerja secara diam-diam untuk mengatasi ancaman global.
Sayangnya di “negeri konoha” Illuminati bukan analogi dari kelompok masyarakat rahasia yang terdapat dalam komik-komik Amerika, atau mitos fiksi atas fakta adanya kelompok rahasia yang terdiri dari para pahlawan super.
Berbeda dengan pemahaman negatif terkait illumininati di negeri Konoha, prediksinya merupakan kelompok cikal bakal intelektual berjiwa penjahat karena terindikasi kaum mudanya banyak terkontaminasi kerusakan mental dan moralitas (mental and moral damage). Sehingga spesial digunakan untuk obstruksi (antidote) langkah giat para aktivis pejuang.
Selebihnya ada diksi pemahaman yang antitmtesis dalam makna kehidupan di negara Indonesia atas kelompok atau komunitas pengusaha muda “Fiksioner”, yang memulai usahanya sejak pendidikan Menengah Atas (SMA) yang bertujuan menjadi wadah pengembangan bakat untuk mempersiapkan generasi mereka (orang orang muda) agar siap bersaing di masa depan. Jika tidak berkejelasan terhadap misi konsep fiksioner ini, maka bjsa berkembang diksi siksi sesat, mereka Fiksioner terdiri dari anak-anak siapa ?
Karena jika kelompok ini adalah anak-anak kaum “pengpeng” (penguasa dan pengusaha), maka semakin mengunci mati konsep sederhana dengan pola gotong royong, yakni metode koperasi dan pastinya antidote metode UMKM yang digaungkan wong cilik, sambil terus merengek-rengek berkelanjutan mirip ‘cerita bersambung anak anak dalam komik’, yang tanpa perduli pembangunan dan penegakan hukum di tanah air.
Entah lah mungkin mereka tidak tahu bahwa mereka adalah sebagai bagian masyarakat pemilik hak atas kekayaan negara atau tahu namun karena rasa “takut dan gemetar” untuk meminta hak nya kepada pejabat penyelenggara negara yang note bene adalah kacung mereka rakyat bangsa ini.
Oleh karenanya tentu konsep metode “Fiksioner” ini mesti jelas arah dan harus tidak bertentangan atau marjinalkan konsep ekonomi koperasi dan hajat menggalakan konsep UMKM. Jenis usaha produktif yang dimiliki oleh individu, rumah tangga, atau badan usaha yang telah memenuhi kriteria tertentu berdasarkan modal atau omzet, jumlah karyawan, dan aset. Jo. UU No. 20-2008 dan PP No. 7- 2021 menuju pencapaian teori keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, walau tetap ada faktor pembeda, mesti menghormati profesionalisme dan proporosinal serta kerja keras seseorang.
Pertanyaan pentinganya, jika ada illuminati yang memiliki visi “antidoterian”, mereka hendak bersaing dengan siapa, semestinya ideal bukan ditujukan kepada saudara sebangsa dan setanah air ? Bukan preparing sebagai antidote terhadap sesama anak muda (yunioren) yang “istimewa”, yang isme-nya atau genetika politiknya justru mencontoh kepribadian dari para senior aktivis yang kokoh berjuang menuntut terwujudnya tujuan bedirinya negara RI, yaitu cita-cita mensejahterakan kehidupan sosial bangsa dan maksimal dan berkeadilan sosial dan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan menjelma dengan model kaum muda “bavarian” yang rasis, dengan menyiapkan konsep jangka panjang (berkelanjutan) untuk menangkal (antidote) para aktivis nasionalis yang berjuang demi demokratisasi, namun justru dianggap sebagai cikal bakal lawan atau ‘racun mematikan’ bagi praktik teori konspirasi.
Jika negeri ini mengadopsi “bavarian politics”, pola pikir rasis dan sekuleris yang “time is money”, dan menggunakan ‘politik hipokrit’ (hipocritical politics), akhirnya hanya bakal lip service, nyata berteriak vokal demi kebenaran, namun antitesis Pancasila, jika isi daripada kelompok kaum muda adalah ‘penjahat muda’ yang berencana sejak dini secara TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masiv).
Memang kehidupan dunia niscaya selalu berpacu selagi belum kiamat, dan pastinya yang putih tetap akan dihadang oleh yang hitam, kaum kanan akan selalu kontradiktif dengan kaum kiri, atau terang versus gelap, bavarian yang anomali pancasila “justru akan terus nyatakan tegakan pancasila.”
(FHD/NRS)



