spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Wow…Pemerintah Membutuhkan Rp1.439 T untuk Menutupi Defisit APBN

KNews.id- Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan pada akhir April lalu mengungkap bahwa Pemerintah membutuhkan Rp1.439,8 triliun untuk menutup defisit APBN 5,07 persen.

Pembiayaan tersebut akan dipenuhi dengan menerbitkan surat utang pemerintah pada Kuartal II hingga IV mencapai Rp856,8 triliun, yang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp506,8 triliun dan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Global Bond senilai Rp300 triliun.

- Advertisement -

Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Bank Indonesia diperbolehkan untuk membeli maksimal 25 persen sesuai dengan kesepakatan dengan pemerintah.

Dari mekanisme tersebut, jumlah pembelian SBN di pasar perdana oleh BI untuk pembiayaan umum APBN ‘above the line’ diperkirakan mencapai Rp125 triliun. Nantinya hal tersebut digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, serta untuk melonggarkan giro wajib minimum (GWM).

- Advertisement -

Anggota Komisi XI DPR RI,Mukhamad Misbakun, justru mempertanyakan mengapa BI hanya dapat menyerap SBN sebesar 25 persen. Tidak sampai di situ, politisi Fraksi Partai Golkar itu juga mempertanyakan pernyataan Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang menekankan tugas stabilitas kurs rupiah tersebut. Ia juga menilai DPR RI membutuhkan penekanan soal transmisi pelonggaran GWM.

“Saya ingin tahu kenapa kok hanya mau 25 persen, lalu mengapa kok ditawarkan ke market padahal market hanya menyerap sedikit. Kalau stabilisasi yang dilakukan BI untuk menekan yield SBN, kenapa BI malah ingin Pemerintah lepas dulu, kalau BI langsung beli dengan bunga tertentu kan ini bisa kita hitung biasanya sejak awal,” kata Misbakhun dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI secara virtual dengan Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

- Advertisement -

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan sebagian quantitative easing yang digelontorkan bank sentral hingga Rp503,8 triliun telah digunakan untuk pelonggaran GWM dan pembelian SBN dalam rangka mengstabilkan nilai tukar rupiah. Jika tidak ada stabilisasi, Ia melihat imbal hasil SBN bisa mencapai 8-9 persen.

Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Bank Indonesia diperbolehkan untuk membeli maksimal 25 persen sesuai dengan kesepakatan dengan pemerintah. Dari mekanisme tersebut, jumlah pembelian SBN di pasar perdana oleh BI untuk pembiayaan umum APBN ‘above the line’ diperkirakan mencapai Rp125 triliun. Nantinya hal tersebut digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, serta untuk melonggarkan giro wajib minimum (GWM).

Anggota Komisi XI DPR RI,Mukhamad Misbakun, justru mempertanyakan mengapa BI hanya dapat menyerap SBN sebesar 25 persen. Tidak sampai di situ, politisi Fraksi Partai Golkar itu juga mempertanyakan pernyataan Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang menekankan tugas stabilitas kurs rupiah tersebut. Ia juga menilai DPR RI membutuhkan penekanan soal transmisi pelonggaran GWM.

“Saya ingin tahu kenapa kok hanya mau 25 persen, lalu mengapa kok ditawarkan ke market padahal market hanya menyerap sedikit. Kalau stabilisasi yang dilakukan BI untuk menekan yield SBN, kenapa BI malah ingin Pemerintah lepas dulu, kalau BI langsung beli dengan bunga tertentu kan ini bisa kita hitung biasanya sejak awal,” kata Misbakhun dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI secara virtual dengan Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan sebagian quantitative easing yang digelontorkan bank sentral hingga Rp503,8 triliun telah digunakan untuk pelonggaran GWM dan pembelian SBN dalam rangka mengstabilkan nilai tukar rupiah. Jika tidak ada stabilisasi, Ia melihat imbal hasil SBN bisa mencapai 8-9 persen. (ADE&DBS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini