Oleh : Damai Hari Lubis
KNews.id – Selama dua periode memimpin Indonesia, para ekonom sepakat bahwa Presiden Joko Widodo berhasil memperbanyak infrastruktur dan gencar menggaet investasi. Namun warisan Jokowi di bidang pembangunan itu harus dibayar mahal dengan kemunduran demokrasi, kata pakar politik dan pegiat HAM.
Pada tahun terakhirnya menjabat sebagai presiden, Jokowi mendapat “peringatan keras” dari para akademisi, mahasiswa, hingga ekonom lantaran dituding mengintervensi konstitusi dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai presiden demi memuluskan langkah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilu 2024.
Bagaimana Jokowi – si “anak kandung reformasi” – yang dulu digadang-gadang sebagai “harapan baru” bagi Indonesia, justru disebut mewarisi kemunduran demokrasi dan HAM?
Joko Sugiyarto, 59, masih ingat betul bagaimana Jokowi – ketika menjabat sebagai Wali Kota Solo – mendekati para pedagang kaki lima (PKL) agar mau direlokasi dari Monumen 45 Banjarsari ke Pasar Semanggi pada 23 Juli 2006.
Para PKL ini hendak direlokasi sejak 1998 pada era Wali Kota Imam Soetopo. Rencana itu selalu ditolak. Begitu pula pada era wali kota berikutnya, Slamet Suryanto.
DHL NGETUIT
Publik bukan ingin mengganggu Jokowi dan para idolanya TAPI ingin mengganti dirinya dengan pemimpin yang jauh lebih baik untuk semua orang termasuk bagi para idolanya vide UUD 1945
“Kasihanilah Jokowi”, ganti dia.
Rakyat JANGAN MELAKUKAN PEMBIARAN !
Sampai kapan !?
(Zs/NRS)