KNews.id- Salah satu anak perusahaan PT PLN (persero), yaitu PT PLN Enjiniring, pernah mengalami keuntungan tidak wajar dan memboroskan keuangan negara sekitar Rp1.354.397.821. Hal tersebut diduga terjadi karena penetapan nilai kontrak penugasan PT PLN (persero) tidak didasarkan pada perhitungan Resiko Overhead dan Keuntungan atau ROK yang wajar.
Dalam penugasan oleh PT PLN (persero), sebetulnya PT PLN Enjiniring mendasari dengan kontrak Nomor 003.PJ/KON.01.02/UIP/KALBAGBAR/2016 tanggal 23 November 2016. Hal tersebut diketahui tentang Pekerjaan Jasa Assessment Progress Pekerjaan PLTU I Kalbar dan PLTU II (Kalbar) dengan nilai pekerjaan sebesar Rp8.427.412.000.
Itu pun termasuk Pajak Penambahan Nilai atau PPN dengan rincian PLTU 1 sebesar Rp4.490.782.316 dan PLTU 2 sebesar Rp3.936.629.816. Jadi, setelah adanya Pajak Penambahan Nilai, ternyata nilai kontrak menjadi sebesar Rp7.661.283.636.
Lalu, kontrak tersebut adalah kontrak dengan konsultan asing bernama BVI dan ditandatangani serta sifatnya fixed lump sum. Namun diketahui, bahwa dalam kontrak tersebut ada sedikit permasalahan. Di mana dasar perhitungan nilai kontrak dengan PT PLN (persero) ternyata diduga nothing alias tidak ada.
Namun, dalam laporan laba rugi pelaksanaan pekerjaan uji teknis PLTU I dan II Kalbar yang dihitung oleh Divisi Akuntansi PT PLN E diketahui sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas diketahui nilai kontrak dengan PT PLN (Persero) tidak wajar. Di mana mengacu pada ketentuan pengadaan barang dan jasa baik pada PT PLN E dan PT PLN (Persero). Seharusnya, ROK maksimal 10% atau perhitungan kontrak dengan PT PLN (Persero) seharusnya sebesar Rp6.306.885.815,00.
Selain itu, perhitungan biaya pekerjaan tersebut telah memasukkan biaya operasional atas 15 pegawai internal PT PLN E. Di mana pada bagian lain kondisi temuan ini diindikasikan pemborosan keuangan perusahaan.
Selanjutnya bagi PT PLN (Persero), dana yang dibayarkan adalah atas kegiatan uji teknis PLTU 1 dan 2 Kalbar kepada PT PLN E. Hal ini merupakan kegiatan yang termasuk dalam Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP TL).
Di mana Pemerintah RI akan memberikan penggantian setiap tahun anggaran dalam rangka subisidi listrik atau BPP TL. Yang akan dibayarkan oleh Pemerintah RI kepada PT PLN (Persero) Tbk lebih tinggi sebesar Rp1.354.397.821.
Dengan demikian, penetapan kontrak secara lump sum dan penghitungan nilai kontrak penugasan dari PT PLN (Persero), yang melebihi ketentuan pengadaan barang jasa, menjadikan nilai kontrak tidak wajar.(FT&Tim Investigator KA)