spot_img
Kamis, Maret 28, 2024
spot_img

Kisah Utang BUMN yang Membengkak

KNews.id- Bank Indonesia (BI) kembali merilis data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). Mengacu pada data tersebut, Utang Luar Negeri (ULN) BUMN walau porsinya hanya seperempat dari total swasta tetapi kenaikannya sangat pesat.

Posisi ULN BUMN pada Februari 2020 mencapai US$ 55,4 miliar atau dengan kurs referensi BI (JISDOR) hari ini (Rp 15.707/US$) nilainya mencapai 870,2 triliun. Angka ini setara dengan ~5,4% Produk Domestik Bruto (PDB) RI pada 2019 dan setara dengan 48,4% APBN-P 2020.

ULN BUMN pada Februari 2020 cenderung mengalami kenaikan 17,1% secara year on year (yoy). Kenaikan ini masih sama dengan kenaikan yang terjadi pada bulan Januari 2020. Porsi ULN BUMN terhadap total ULN swasta Tanah Air mencapai 27,1% pada Februari lalu.

Sebanyak 78,3% ULN disumbang oleh BUMN non-lembaga keuangan diikuti dengan BUMN Bank sebesar 14,6% dan sisanya merupakan ULN BUMN Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

- Advertisement -

ULN BUMN Bank pada Februari 2020 tercatat naik 16,6% (yoy). Kenaikan ini lebih tinggi dibanding bulan Januari yang hanya 10,2% (yoy). Berbeda dengan BUMN Bank, ULN BUMN untuk LKBB dan BUMN non-keuangan cenderung melambat lajunya.

Namun jika dibandingkan dengan industrinya, pertumbuhan ULN BUMN dalam negeri tergolong sangat pesat. Mari tengok industri perbankan terlebih dahulu.

- Advertisement -

Ketika pertumbuhan ULN perbankan nasional hanya 2,16% (yoy) pada Februari, ULN Bank BUMN meningkat dobel digit pada periode yang sama. Hal serupa juga terjadi pada BUMN non-keuangan. Ketika industrinya mencatatkan pertumbuhan ULN sebesar 6,86% (yoy) pada Februari, BUMN non-keuangan justru mencatatkan pertumbuhan ULN mencapai 18,8% (yoy)

Sementara itu hanya BUMN dari segmen LKBB saja yang pertumbuhan ULN-nya di bawah laju industrinya. ULN BUMN LKBB tercatat tumbuh 2,2% (yoy) kala industrinya tumbuh 4,4% (ypy). 

Pertumbuhan yang pesat dan membengkaknya utang harus benar-benar diwaspadai oleh BUMN. Apalagi di tengah kondisi pandemi seperti sekarang ini. Bengkaknya ULN apalagi ketika rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS, jelas ini menimbulkan risiko yang berdampak negatif pada kinerja keuangan perseroan. 

Pandemi corona yang sudah masuk ke dalam negeri kini sudah menginfeksi lebih dari 4.500 orang. Lonjakan jumlah kasus baru per hari sudah mencapai angka 300 lebih. Beberapa daerah episentrum penyebaran virus seperti Jabodetabek sudah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk dua minggu ke depan

BUMN Sektor Ini terkena Nasib Apes

- Advertisement -

Pandemi corona yang merebak jelang bulan Ramadan dan hari raya lebaran ini membuat berbagai sektor usaha di Tanah Air harus merasakan getirnya serangan wabah. Sektor-sektor yang terdampak signifikan adalah penerbangan dan beberapa sektor lain seperti konstruksi hingga perbankan.

Dari sektor penerbangan sendiri, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) pada 2019 saja membukukan kerugian US$ 669 juta. Modal usaha GIAA juga tercatat minus US$ 2,1 miliar per 31 Desember 2019. 

Corona yang membuat sebagian orang terkurung di dalam rumah menyebabkan anjloknya penumpang pesawat terbang baik tujuan domestik maupun internasional. Bandara jadi sepi dan pendapatan maskapai penerbangan anjlok signifikan tentunya. Hal inilah yang disorot oleh PwC.

Industri maskapai penerbangan masih diwarnai dengan ketidakpastian pada 2020, begitu jelasnya melansir Reuters. Tak hanya sektor penerbangan saja yang jadi korban pandemi corona, sektor konstruksi juga ikut terdampak.

Sektor ini diramal masih akan berpola sama dengan tahun lalu ketika tahun politik. Akan sangat susah untuk mendapatkan kontrak baru di samping penundaan proyek dan fokus pemerintah pada penanganan wabah.

Sektor konstruksi Indonesia juga terkenal dengan utangnya yang tinggi. Mengacu pada riset yang dilakukan PT Danareksa Sekuritas, rasio utang terhadap modal (DER) untuk industri ini mencapai 1,6x dengan PT Waskita karya Tbk (WSKT) merupakan emiten dengan leverage tertinggi mencapai 2,4x. Sementara rasio penutupan bunga (ICR) industri mencapai 1,1x per Desember 2019. 

Sektor lain yang juga harus merasakan dampak pandemi corona adalah sektor perbankan. Dengan makin merebaknya pandemi corona di dalam negeri serta relaksasi aturan OJK tentang penilaian kualitas aset, laju penyaluran kredit perbankan diramal tumbuh melambat sementara rasio kredit macet (NPL) diperkirakan mengalami kenaikan.

Wabah corona datang di waktu yang tak terduga dan tak tahu pula kapan selesainya. Pandemi yang kini merebak membuat wajah ekonomi Ibu Pertiwi jadi bermuram durja. BUMN yang harusnya jadi roda penggerak ekonomi kini terancam lesu darah dan menanggung beban (utang) yang berat. 

Namun mau bagaimana lagi, nasib memang lagi apes…Semoga ini semua cepat berlalu. Amin. (Ade&DBS) e

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini