KNews.id- Kapal induk Amerika Serikat (AS) Theodore Roosevelt dikabarkan akan kembali berlayar di Laut China Selatan pada pekan ini. Kembalinya kapal yang sedang menjalani karantina panjang itu, akan terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara AS dan China.
Melansir Express, Theodore Roosevelt telah menjalani karantina selama 2 bulan terakhir akibat 1.000 lebih awaknya terinfeksi virus corona (Covid-19). Kapal itu menjalani karantina di pulau Pasifik, Guam.
Sejak kapal itu menghentikan pelayaran di kawasan, China telah meningkatkan kehadirannya. Pasukan militer negara itu dilaporkan melakukan banyak latihan dan memperluas klaimnya atas berbagai wilayah di Laut China Selatan.
China juga terus melakukan ‘prilaku berisiko’ di Laut China Selatan, seperti dilaporkan Fox News. Menurut media itu, jet tempur China telah mengganggu pesawat pengintai AS setidaknya sembilan kali di daerah yang disengketakan itu sejak Theodore Roosevelt dikarantina.
“Kami terus melihat perilaku destabilisasi China di Laut China Selatan.” kata Reed B Werner, wakil asisten menteri pertahanan untuk Asia Tenggara. “Saat berbagai negara fokus ke [urusan] dalam negeri, China terus meningkatkan [urusan] di luar negara.”
Langkah China tersebut telah memicu meningkatnya ketegangan di wilayah Laut China Selatan. Tidak hanya karena upaya China dianggap menyalahi hukum internasional oleh AS dan banyak negara lainnya, tapi juga karena China telah mengganggu kapal-kapal negara lainnya yang berada di kawasan.
Padahal, wilayah Laut China Selatan dikenal sebagai lokasi strategis yang krusial. Menurut data CNBC International tahun 2018, perairan ini merupakan jalur terkemuka perdagangan, di mana ada senilai US$ 5,3 triliun yang melintasi perairan ini tiap tahun.
Wilayah ini juga diyakini kaya akan gas dan minyak. AS diperkirakan sudah ‘menempatkan posisi’ di 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kaki kubik gas di laut ini. Sementara China juga kabarnya sudah menjejakkan kaki di daerah dengan perkiraan 125 miliar barel minyak dan 500 triliun kaki kubik gas.
Meski belum ada penemuan yang berarti. Namun demikian, AS mengklaim kehadirannya di kawasan adalah untuk memastikan keamanan dan kebebasan di kawasan yang juga diperebutkan oleh negara ASEAN lainnya itu, termasuk Filipina dan Indonesia.
Untuk memperjelas tujuannya, AS sampai mengoperasikan beberapa kapalnya di kawasan dalam beberapa waktu terakhir. Kapal itu termasuk kapal perusak berpeluru kendali USS Barry dan kapal induk USS Bunker Hill. Kedua kapal telah berlayar melalui Kepulauan Spratly yang diperebutkan dengan alasan melakukan pelayaran operasi kebebasan navigasi laut.
Namun aksi AS itu telah membuat China marah. Militer China menuduh kegiatan AS menjelajah ke perairan yang didudukinya itu sebagai suatu pelanggaran. Namun AS terus bersikeras bahwa China-lah yang melakukan pelanggaran dengan tidak mematuhi hukum internasional.
“Klaim maritim yang melanggar hukum dan menyapu Laut China Selatan menimbulkan ancaman serius terhadap kebebasan laut.
“Termasuk kebebasan navigasi dan penerbangan berlebih dan hak lintas yang tidak bersalah dari semua kapal.” kata Komandan Angkatan Laut AS Reann Mommsen, menurut Express.
Terbaru, AS dikabarkan telah mengirim tujuh kapal selam milik angkatan lautnya ke Laut China Selatan. Kapal selam yang disiagakan itu termasuk empat kapal selam penyerang (attack submarines) yang berbasis di Guam, USS Alexandria, yang berbasis di San Diego dan beberapa kapal yang berbasis di Hawaii. Namun, AS lagi-lagi menyebut alasannya menyiagakan militernya di kawasan adalah untuk memastikan kebebasan di kawasan.
“Operasi kami adalah tanda kesediaan kami untuk membela kepentingan dan kebebasan kami di bawah hukum internasional.” kata Laksamana Muda Blake Converse, komandan sub-pasukan Pasifik yang bermarkas di Pearl Harbor, Selasa, seperti dilansir dari Express.(FHD&CNBC)