spot_img
Selasa, April 30, 2024
spot_img

Hari Raya Fitri dan Sikap Memaafkan

Oleh : Fatihunnada

KNews.id – Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komisi Fatwa MUI Pusat, dan Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PCNU Kab. Bekasi

- Advertisement -

Khutbah I

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ

- Advertisement -

(x 9)بِسْمِ اللهِ الرّحْمنِ الرَّحِيمِ. اَللهُ أَكْبَرْ اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهْ، صَدَقَ وَعْدَهْ، وَنَصَرَ عَبْدَهْ، وَأَعَزَّ جُنْدَهْ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهْ. لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ. اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ الْعِيدَ مِنْ أَكْبَرِ شَعَائِرِ الْإِسْلَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْمُلْكُ الْعَلَّامِ، رَبَّنَا الَّذِي يَنْبُعُ مِنْهُ السَّلَامُ وَإِلَيْهِ يَعُودُ السَّلَامُ، فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلَامِ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي أَمَرَ أُمَّتَهُ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى مَنْ دَعَا لِهُدَى الْإِسْلَامٍ. اَللّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِىِّ الْإِِسْلَامِ وَرَسُولِ السَّلَامِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْكِرَامِ وَمَنْ تَبِعَهُ بَإِيمَانٍ وَإِسْلَامٍ وَإِحْسَانٍ إِلَى دَارِ السَّلَامِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ رَحِمَكُمُ اللهِ: أُوصِينِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ، وَاعْلَمُوا أَنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ. وَقَالَ: الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ وَاللهُ أَكْبَرْ،وَاللهُ أَكْبَرْ،وَاللهُ أَكْبَرْ، وَللهِ الْحَمْدُ

Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan oleh Allah

Hari Raya Idul Fitri dikenal juga sebagai hari saling memaafkan. Dalam momentum hari raya Idul Fitri yang mulia dan suci, kita sama-sama menyucikan diri dari segala kesalahan kepada Allah swt dan kepada manusia.

- Advertisement -

Hal ini kita lakukan agar menjadikan amal ibadah Ramadan kita lebih bermakna untuk diri kita. Karena sebagai manusia biasa. kita tidak dapat lepas dari segala kesalahan.

Terkadang, kita tidak sengaja melukai orang lain dengan ucapan kita. Kita juga tidak menyadari perbuatan kita dapat menyakiti orang lain, meskipun tidak disengaja. Karena itu, meminta maaf dan memaafkan adalah salah satu hal yang penting untuk dilakukan pada momentum Idul Fitri.

Kita tidak ingin menjadi hamba yang merugi hanya karena kesalahan-kesalahan kepada sesama manusia belum dimaafkan oleh orang lain. Seperti gambaran yang diceritakan Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Artinya, “Nabi berkata: “Tahukah kamu siapa orang bangkrut?” Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta benda.”

Kemudian Nabi berkata: “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, zakat, puasa, dan haji. Selain itu ia juga membawa dosa karena memaki, memukul, dan mengambil harta benda orang lain.

Kemudian kebaikannya diambil dan diberikan kepada orang yang dizaliminya. Ketika kebaikannya habis padahal kezalimannya belum dibayarkan semua, maka dosa orang-orang yang dizaliminya akan diberikan kepadanya, dan kemudian ia dihempaskan ke dalam neraka.” (HR Muslim).

Syekh Mula ‘Ali Al-Qari dalam kitab Mirqatul Mafatih juz IX halaman 314 menjelaskan hadits ini dengan ungkapan:

وَفِيهِ إِشْعَارٌ بِأَنَّهُ لَا عَفْوَ وَلَا شَفَاعَةَ فِي حُقُوقِ الْعِبَادِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ يَرْضَى خَصْمُهُ بِمَا أَرَادَ

Artinya, “Dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa kesalahan terkait hak manusia tidak akan diberikan ampunan dan pertolongan, kecuali Allah menghendaki membuat orang lain yang bermasalah dengannya menjadi rela dengan cara yang Allah kehendaki.”

Kesalahan seseorang kepada orang lain tidak bisa diampuni oleh Allah seara langsung karena hal ini terkait dengan hak manusia. Hak manusia harus diselesaikan di antara sesama manusia di dunia atau di akhirat. Di dunia, diselesaikan dengan saling memaafkan, sedangkan di akhirat, diselesaikan dengan perhitungan amal baik dan amal buruk masing-masing manusia.

Dengan menyadari potensi perbuatan kesalahan manusia dan dampak berat yang akan ditanggung di akhirat jika kesalahan tersebut belum diselesaikan di dunia, maka sudah sepatutnya kita saling memaafkan satu sama lain. Perilaku ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw.

Bahkan Rasulullah saw memberikan batasan waktu selama tiga hari untuk kita memberikan maaf kepada orang lain yang berbuat salah kepada kita. Tiga hari adalah angka yang merupakan simbol dari pengertian bahwa jangankan satu tahun, tiga hari saja memendam rasa buruk kepada saudara sudah tidak diperbolehkan.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan:

لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ: فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ

Artinya, “Seorang muslim tidak boleh mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam (hari), kemudian keduanya bertemu dan saling memalingkan wajah mereka. Sesungguhnya yang terbaik di antara keduanya adalah yang mau memulai menegur dengan salam.” (Muttafaqun ‘alaih).

Sebagian ulama mengatakan bahwa batasan tiga hari ini adalah kelonggaran yang diberikan Nabi saw untuk seorang Muslim sebagai manusia biasa yang sedang dikuasai rasa marah kepada saudaranya.

Imam Al-Qasthalani mengutip pendapat ini dalam kitab Irsyadus Sari juz XIII halaman 93 ketika menjelaskan hadis Shahih Al-Bukhari sebagai berikut:

وَيُبَاحُ فِي الثَّلَاثِ بِالْمَفْهُوْمِ وَإِنَّمَا عُفِيَ عَنْهُ فِي ذلِكَ لِأَنَّ الآدَمِيَّ مَجْبُوْلٌ عَلَى الْغَضَبِ فَسُوْمِحَ بِذلِكَ الْقَدَرِ لِيَرْجِعَ وَيَزُوْلَ ذلِكَ الْعَارِضُ عَنْهُ

Artinya, “Diperbolehkan mendiamkan orang lain selama tiga hari sesuai pemahaman hadis ini. Kebolehan menjauhi saudara adalah karena manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh rasa marah, maka hal ini ditolerir dengan batasan tiga hari, agar rasa marah itu bisa dihilangkan dari dirinya”.

Di sisi lain, hadits tidak berarti kita boleh melakukan permusuhan dan memendam rasa buruk kepada orang lain selama tidak melewati tiga hari. Akan tetapi hadits menjelaskan bahwa perilaku tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim, meskipun hanya dalam waktu sebentar saja.

Seharusnya seorang Muslim tidak memiliki rasa permusuhan dengan saudaranya. Hal ini ditegaskan oleh Syekh Mula ‘Ali Al-Qari dalam kitab Mirqatul Mafatih juz IX halaman 230:

أَنَّ مُطْلَقَ الْغَضَبِ الْمُؤَدِّي إِلَى مُطْلَقِ الْهِجْرَانِ يَكُونُ حَرَامًا Artinya,

“Sungguh kemarahan mutlak yang mengakibatkan seseorang mendiamkan saudaranya secara mutlak hukumnya haram.”

Nabi saw menjelaskan di akhir hadits bahwa jika terjadi permusuhan dan jarak antara kedua orang Muslim, maka yang terbaik dari keduanya bukan orang yang memberikan maaf, akan tetapi orang yang meminta maaf pertama kali.

Memberi maaf juga merupakan karakter sangat mulia di dalam Islam. Keutamaannya tidak kalah tinggi dari meminta maaf. Sifat ini menunjukan karakter keindahan, kekuatan, dan kerendahan hati seseorang adalah memaafkan kesalahan orang lain.

Dengan memaafkan dan tidak memendam rasa, seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa sebagai buah proses pendewasaan hati dalam menghadapi segala macam kondisi buruk yang ada di hadapannya. Karakter memaafkan juga akan melahirkan kedermawanan, kepedulian sosial, dan hubungan baik antar anggota masyarakat.

Jalaluddin Abdurrahman mengatakan bahwa setiap ajaran Islam yang tertuang dalam teks suci Al-Quran dan hadits mengandung kemaslahatan, baik dari segi agama, keturunan, jiwa, akal, maupun harta. Nabi saw bersabda sebagaimana diriwayatkan Imam At-Thabarani dalam kitab Al-Mu’jamul Kabir juz XVII halaman 269:

يَا عُقْبَةُ أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَفْضَلِ أَهْلِ الدُّنْيَا وَأَهْلِ الْآخِرَةِ: تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ، وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ Artinya,

“Wahai ‘Uqbah, aku kabarkan kepadamu akhlak terbaik penghuni dunia dan akhirat: saat kamu mau menyambung hubungan orang yang memutuskannya, memberikan sesuatu orang yang menjauhkanmu, dan memaafkan kesalahan orang yang menzalimimu”. (HR At-Thabarani).

Hadis ini disampaikan Nabi saw ketika turun ayat 199 surat Al-A’raf yang berbunyi:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ Artinya,

“Maafkanlah dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”

Dalam hadits lain disebutkan, ketiga karakter ini akan memberikan kemudahan dalam perhitungan amal dan masuk surga. Nabi saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak juz I halaman 563:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ حَاسَبَهُ اللَّهُ حِسَابًا يَسِيرًا وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ. قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ. قَالَ: فَإِذَا فَعَلْتُ ذَلِكَ، فَمَا لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: أَنْ تُحَاسَبَ حِسَابًا يَسِيرًا وَيُدْخِلَكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ

Artinya, “Tiga hal yang menjadikan seseorang akan dihisab oleh Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke dalam surga dengan Rahmat-Nya. Para sahabat bertanya, bagi siapa ya Rasulullah?”

Jawabnya, “Engkau memberi orang yang menghalangimu, engkau memaafkan orang yang mendzalimimu, dan engkau menjalin persaudaraan dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu.

Lalu ditanyakan: “Jika saya melakukannya, apa yang saya dapat ya Rasulullah?” Jawabnya: “Engkau akan dihisab dengan hisab yang ringan dan Allah akan memasukkanmu ke dalam surga dengan rahmat-Nya”.

Sikap memberi maaf bukan berarti seseorang menjadi kalah. Sikap memberi maaf juga bukan berarti seseorang menjadi lebih hina dan rendah karena harga dirinya diinjak-injak, tanpa adanya perlawanan.

Hal ini yang masih menjadi permasalahan di sebagian manusia yang menganggap bahwa harga dirinya harus dijaga dengan cara tidak memberikan maaf kepada orang yang berbuat salah kepadanya.

Rasulullah saw bersabda dalam hadis yang dikutip oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ

Artinya, “Tidaklah sedekah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan. Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan derajatnya”. (HR Muslim).

Keutamaan orang yang memberi maaf kepada orang lain adalah dicintai, disukai, dan dimuliakan oleh orang-orang sekitarnya karena dengan karakter tersebut, dia akan disegani oleh orang lain. Di dalam hati orang lain, ia menempati tempat yang terhormat. Imam At-Thibi berkata:

فَإِنَّهُ إِذَا عُرِفَ بِالْعَفْوِ سَادَ وَعَظُمَ فِي الْقُلُوبِ وَزَادَ عِزُّهُ

Artinya, “Jika seseorang dikenal dengan karakter pemaaf, maka dia akan menjadi mulia di dalam hati orang lain, serta kehormatannya akan bertambah”.

Karena itu, salah besar jika memberi maaf berarti kalah dan menjadi hina. Memberi maaf memang perilaku yang sangat mulia, akan tetapi ada hal yang jauh lebih mulia lagi untuk bisa dilakukan ketika ada orang yang berbuat salah, yaitu membalas kesalahan orang lain dengan kebaikan. Memberi maaf adalah satu kemuliaan, tetapi membalas kesalahan orang dengan kebaikan adalah kemuliaan tersendiri yang berada di puncak kesempurnaan seorang manusia.

Dalam hal ini, Allah swt memerintahkan kita untuk memiliki karakter seperti ini dalam surat Al-Mu’minun ayat 96:

اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ السَّيِّئَةَۗ نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَصِفُوْنَ Artinya,

“Balaslah keburukan (mereka) dengan (perbuatan) yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”.

Karakter ini dahulu hidup di zaman Nabi saw dan para sahabat, sampai para ulama berhasil mewariskan dan mengamalkan karakter ini. Dahulu, dikisahkan ada seorang lelaki tua yang sedang duduk santai di tepi danau.

Tiba-tiba, ia melihat kalajengking terjatuh di danau. Ia mengambil sebatang kayu untuk menolong kalajengking. Setelah berhasil meraih kalajengking dengan sebatang kayu, ternyata kelajengking menyengatnya dan ia melepaskan kayu tersebut karena rasa sakit.

Hal itu tidak membuatnya menyerah untuk menolong kalajengking, hingga ia lakukan sampai tiga kali. Ketika ia mencoba menolong ketiga kali, muncul seorang pemuda yang berkata kepadanya: “Kenapa anda tidak jera setelah disengat oleh kalajengking yang pertama dan kedua, dan anda masih mau menolong untuk ketiga kalinya?” Orang tua tersebut kemudian berkata kepada pemuda:

يَا بُنَيَّ، مِنْ طَبْعِ الْعَقْرَبِ أَنْ يَلْسَعَ، وَمِنْ طَبْعِي أَنْ أُحِبَّ وَأَعْطَفَ. فَلِمَاذَا تُرِيدُنِي أَنْ أَسْمَحَ لِطَبْعِهِ أَنْ يَتَغَّلَبِ عَلَى طَبْعِي؟ عِامِلِ النَّاسَ بِطَبْعِكْ، لَا بِأَطْبَاعِهِمْ، مَهْمَا كَانَتْ تَعَامُلَاتُهُمْ وَتَصَرُّفَاتُهُمْ جَارِحَةً وَمُؤْلِمَةً، وَلَا تَأْبَهْ لِتِِلْكَ التَّصَرُّفَاتِ السَّيِّئَةِ. وَاحْذَرْ أَنْ تَجْعَلَكَ تَتْرُكَ صِفَاتِكَ النَّبِيلَةَ

Artinya , “Wahai pemuda, karakter kalajengking memang menyengat kepada siapa saja, sedangkan karekterku adalah pencinta dan penyayang. Kenapa anda meminta saya untuk mengubah karakter saya menjadi karakter kalajengking? Berinteraksilah dengan orang lain dengan karakter anda sendiri, bukan dengan karakter mereka, meskipun cara mereka memperlakukanmu tidak baik dan menyakitimu. Jangan terpengaruh dengan perilaku orang lain dan hati-hati jangan sampai hal itu membuat anda kehilangan karakter mulia anda”.

Kisah ini sangat inspiratif bagi orang-orang yang sudah terlanjur disakiti oleh orang lain, bahwa perilaku orang lain tersebut tidak boleh menjadi cerminan diri. Bercerminlah dengan diri sendiri, sehingga tidak dipengaruhi dengan kondisi lingkungan apapun.

Tetaplah menjadi cahaya di dalam kegelapan. Tetaplah menjadi orang pemaaf dan baik hati, meskipun di tengah lingkungan yang buruk karena bisa jadi hal ini akan mengubah lingkungan di sekitar.

Di hari yang indah dan mulia ini, di antara perilaku terbaik yang perlu disebarluaskan adalah saling memaafkan sebagai pertanda kesucian hati setelah ditempa selama satu bulan lamanya untuk mengambil hikmah yang tersimpan dalam berpuasa.

Nabi bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Dawud:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Artinya, “Tidaklah kedua muslim bertemu dan saling berjabat tangan, kecuali diampuni dosa keduanya sebelum keduanya berpisah.” (HR Abu Dawud).

Berjabat tangan dengan untaian kata selamat, doa, dan saling memaafkan adalah aktivitas sederhana yang jika dilakukan dengan maksimal dan kolektif akan menumbuhkan kesalehan spiritual personal dan sosial. Semoga kita dapat menangkap pesan mulia Idul Fitri di hari yang agung ini. Amin.

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمُ لِي وَلَكُمْ

Khutbah II

(x 7) ،اللهُ أكْبَرُ الْحَمدُ للهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَاركَاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ التَّقْوَى. وَاعْلَمُوْا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالى: إنَّ اللهَ وَمَلائِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يَا أيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ،اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ سَيِّدِنَا أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ كُلِّ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الحْاَجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

(Zs/IQRO)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini