spot_img

Faisal Basri Siap Debat Luhut soal Hilirisasi: Saya Sama Tom Lembong

KNews.id – Ekonom Senior Indef Faisal Basri siap berdebat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal hilirisasi. Menurutnya, konsep hilirisasi ala Presiden Joko Widodo (Jokowi) sesat.

Ia akan mengajak Tom Lembong untuk melawan Luhut dan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto.

- Advertisement -

“Konsep (hilirisasi) yang sangat sesat, saya bisa debat deh sama Luhut, saya terbuka gitu, Anda organisir saja. Saya sama Tom Lembong deh berdua lawan Luhut dengan Seto,” ucapnya dalam diskusi publik Indef ‘Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres’ di Jakarta.

Menurut Faisal, setelah debat itu terealisasi, masyarakat bisa sepaham dengan dirinya bahwa hilirisasi adalah konsep sesat. “Semua bisa selesai menunjukkan betapa sesatnya hilirisasi ini,” kata Faisal.

- Advertisement -

Sebelumnya, Luhut menceramahi habis Co-captain 2 Timnas AMIN Thomas Lembong alias Tom Lembong soal hilirisasi nikel dan kendaraan listrik.

Luhut menilai Tom, yang juga seorang mantan menteri perdagangan dan mantan kepala BKPM, berbohong atas pernyataan bahwa harga nikel anjlok akibat gencarnya pembangunan smelter di Indonesia, yang termasuk program hilirisasi pemerintahan Jokowi.

“Bagaimana Anda memberikan advice bohong kepada calon pemimpin yang Anda dukung? Saya sedih lihat Anda. Artinya intelektual Anda menurut saya jadi saya ragukan,” ujar Luhut kepada Tom dalam video di akun Instagram pribadinya, Rabu (24/1).

Luhut menegaskan harga nikel perlu dilihat dalam bentuk data panjang, misal sepuluh tahun terakhir. Ia menyebut siklus dari komoditas naik dan turun, mulai dari batu bara, nikel, hingga emas. Namun, Luhut menyebut harga nikel dunia sekarang menyentuh Rp15 ribu, lebih bagus dari periode 2014-2019 yang hanya Rp12 ribu.

“Jadi saya enggak ngerti bagaimana Tom Lembong memberikan statement seperti ini,” kata dia.
Luhut juga menyoroti pernyataan Tom terkait lithium ferro phosphate (LFP). Pasalnya, LFP menjadi andalan Tom saat menyerang program hilirisasi nikel di rezim Jokowi.

Tom menyebut negara luar sudah mulai meninggalkan nikel Indonesia untuk menggarap baterai mobil listrik dan beralih ke LFP. Luhut menegaskan apa yang dikatakan eks menteri perdagangan itu tidak benar.

- Advertisement -

“Tidak benar pabrik Tesla di Shanghai menggunakan 100 persen LFP untuk mobil listriknya. Mereka masih tetap menggunakan nikel based baterai. Jadi, seperti suplai nikel based baterai itu dilakukan oleh LG Korea Selatan untuk model mobil listrik yang diproduksi Tesla di Shanghai,” jelasnya.

Kritik Faisal Basri terhadap hilirisasi Jokowi bukan pertama kali. Tahun lalu, ia menyebut hilirisasi nikel malah menguntungkan China.

Mengutip data dari keterangan resmi pemerintah dan pelaku bisnis terkait, Faisal menerangkan nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun pada 2014. Angka itu berasal dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, Rp11.865 per dolar AS.

Sementara pada 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi tercatat Rp413,9 triliun. Angka itu berasal dari nilai ekspor US$27,8 miliar dikalikan rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun lalu sebesar Rp14.876 per dolar AS.

“Terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden dan hitung-hitungan saya, memang benar adanya bahwa lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat sungguh sangat fantastis,” ujarnya dalam unggahan blog pribadinya, 11 Agustus 2023 lalu.

Namun, Faisal menilai uang hasil ekspor itu tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia. Pasalnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dengan begitu, perusahaan China berhak untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

Ditambah lagi, ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. “Jadi, penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar,” terangnya.

Faisal menyebut perusahaan smelter nikel bebas pajak karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Insentif pajak itu diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan BKPM.

Tak hanya itu, sambung Faisal, perusahaan nikel China di Indonesia juga tidak membayar royalti. Pasalnya, yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor.

Melihat kondisi itu, Faisal menyebut hilirisasi nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi hampir seluruhnya dinikmati oleh China.

Hal itu setidaknya tercermin dalam peranan sektor industri manufaktur yang terus menurun, dari 21,1 persen pada 2014 menjadi hanya 18,3 persen pada 2022, titik terendah sejak 33 tahun terakhir. Padahal, kebijakan hilirisasi nikel sudah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir.

Keberadaan smelter nikel, sambung Faisal, juga tidak memperdalam struktur industri nasional. Pasalnya, hampir separuh ekspor HS 72, yang menjadi acuan nilai tambah yang tercipta dari pengolahan nikel, adalah dalam bentuk ferro alloy atau ferro nickel, nickel pig iron dan nickel mate. Artinya, produk tersebut harus diolah lebih lanjut.

“Hampir semua produk-produk itu tidak diolah lebih lanjut, melainkan hampir seluruhnya diekspor ke China. Di China, produk-produk seperempat jadi itu diolah lebih lanjut untuk memperoleh nilai tambah yang jauh lebih tinggi. Lalu, produk akhirnya dijual atau diekspor ke Indonesia,” jelasnya.

Presiden Jokowi memang getol menggelorakan semangat hilirisasi yang diperkuat dengan larangan ekspor bahan mentah. Per Januari 2020, ia sudah melarang ekspor nikel yang sampai digugat Uni Eropa di World Trade Organization (WTO).

Larangan ekspor nikel tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Selain melawan tentangan asing, ia juga menanggapi santai kritikan banyak pihak, termasuk Ekonom Senior Faisal Basri, yang menuding hilirisasi ala Jokowi menguntungkan China. Jokowi tetap kekeh dengan data keuntungan hilirisasi yang dipegangnya.

“Hitungan dia (Faisal Basri) bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun,” katanya di Stasiun Dukuh Atas pada Agustus 2023 lalu.

“Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana? Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?” sambung Jokowi.
(Zs/CNN)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini