KNews.id- Presiden Rusia Vladimir Putinakhirnya buka suara soal ketegangan yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara memanas setelah AS mengklaim memiliki bukti bahwa corona jenis baru yang kini menjadi pandemi COVID-19, berasal dari Laboratorium Virologi di Wuhan, Provinsi Hubei, China Tengah.
Melalui Juru Bicara Presiden Dmitry Peskov, Rusia mengatakan tidak akan mendukung pernyataan-pernyataan AS yang menghantam China. Seraya menekankan pentingnya hubungan yang terjalin antara Moskow dan Beijing.
“Kami menganggap sekarang bukan waktu yang tepat,” kata Peskov kepada wartawan, sebagaimana ditulis CNBC International.
“Di tengah krisis yang parah, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk mencoba menyalahkan segalanya WHO dan … China.”
Rusia menilai tuduhan yang dilontarkan sangat serius. Karenanya AS harus memberikan bukti.
“Tanpa bukti kami menganggap itu hal yang salah,” katanya lagi.
Sebelumnya, Trump mengatakan memiliki bukti yang menghubungkan asal COVID-19 dengan China. Ucapannya juga didukung Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Komentar tersebut muncul setelah intelijen AS mengeluarkan laporan bahwa COVID-19 memang bukan buatan manusia. Melainkan sesuatu yang mungkin saja “kecelakaan tak sengaja dari sebuah laboratorium”.
Sementara itu China meminta AS berhenti mengalihkan isu buruknya penanganan COVID-19. Alih-alih membenahi situasi dalam negeri, AS dinilai terus mengalihkan fokus ke China.
“AS seharusnya menangani urusan dalam negerinya dengan benar terlebih dahulu. Yang paling penting sekarang adalah mengendalikan penyebaran pandemi domestik AS dan memikirkan cara-cara untuk menyelamatkan jiwa,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying.
Hubungan AS dan China sudah mengalami ketegangan dua tahun terakhir karena perang tarif. Banyak pihak mengkhawatirkan ketegangan akan berkembang di luar itu, bahkan menjadi perang terbuka.
Sebuah laporan intelijen China yang ditulis Reuters membeberkan adanya potensi konflik militer kedua negara. Laporan ini disampaikan kepada petinggi negeri Bambu, bahkan Presiden Xi Jinping.
Sejumlah pengamat menilai situasi saat ini sebagai “Perang Dingin Jilid II”. Di mana kedua negara saling tebar ancaman satu sama lain. (FHD&CNBC)