KNews.id- Tahun ini, sejumlah bank cilik menargetkan bisa naik kelas menjadi bank umum keiatan usaha (BUKU) 3 dengan modal inti minimum Rp 5 triliun. Persaingan industri perbankan di kelas menengah ini diprediksi bakal makin ketat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga November 2019 ada 26 BUKU 3. Jumlah tersebut berkurang dibandingkan November 2018 sebanyak 28 bank.
Penurunan disebabkan karena dua Buku 3 naik kelas menjadi BUKU 4 yaitu PT Bank Panin Indonesia Tbk (PNBN), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) Meski berkurang, persaingan di BUKU 3 masih bertahan jadi yang paling ketat. Ini tercermin dari rasio likuiditas yang tinggi. Loan to deposit ratio (LDR) BUKU 3 tercatat mencapai 102,06% pada November 2019.
Setidaknya terdapat tiga bank yang berpeluang menjadi BUKU 3 tahun baik secara organik maupun aksi penambahan modal. Mereka adalah PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA), dan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO).
Akhir tahun lalu, BNI Syariah tercatat memiliki modal inti Rp 4,56 triliun. Artinya perseroan butuh sekitar Rp 450 miliar untuk bisa naik menjadi BUKU 3.
“Peningkatan modal inti akan dikontribusikan utamanya dari laba tahun berjalan dan tambahan penyertaan modal melalui inbreng aset dari pemegang saham. Target menjadi BUKU 3 ada kuartal II-2020, selambat-lambatnya poda kuartal III-2020,” kata DIrektur Keuangan dan Operasional BNI Syariah Wahyu Avianto.
Tahun lalu, BNI Syariah tercatat meraih laba bersih Rp 603,15 miliar dengan pertumbuhan 44,96% (yoy). Adapun pembiayaan tersalurkan Rp 32,58 triliun dengan pertumbuhan 15,13%. Sedangkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp 43,77 triliun dengan pertumbuhan 23,31% (yoy).
Wahyu menambahkan pertumbuhan dana perseroan yang masih mumpuni turut membuat ketersediaan likuiditas perseroan juga sejatinya masih kokoh. Rasio financing to deposit (FDR) pun tercatat masih longgar sebesar 74,31%.
“Likuiditas kami masih aman untuk beberapa waktu ke depan. Kami juga akan lebih fokus untuk mengumpulkan dana murah dengan dukungan transaksi digital. Sementara pembiayaan akan kami fokuskan ke segmen konsumer, dan menengah-kecil,” sambung Wahyu.
Direktur Risiko & Kepatuhan sekaligus Corporate Secretary Bank Woori I Made Mudiastara juga menargetkan perseroan bisa menjadi BUKU 3 paling lambat pada kuartal III-2020. Ia bilang aksi naik kelas ini sepenuhnya akan dilakukan perseroan secara organik dengan menghimpun laba ditahan. Adapun hingga akhir tahun lalu, Made bilang modal inti perseroan mencapai Rp 4,7 triliun.
“Modal inti kami sekitar Rp 4,7 triliun harapannya bisa menjadi BUKU 3 pada kuartal III-2020. Setelah menjadi BUKU 3 kami juga masih akan fokus menyalurkan kredit ke segmen korporasi, dan menghimpun dana murah,” katanya.
Per November 2019, perseroan tercatat telah berhasil membukukan laba bersih Rp 488,29 miliar, menghimpun DPK senilai Rp 20,59 triliun, dan menyalurkan kredit Rp 26,79 triliun. Sayangnya, likuiditas perseroan tercatat masih tinggi. Per September 2019 lalu rasionya mencapai 132,41%. Meskipun rasio tersebut sudah menurun dibandingkan September 2018 sebesar 141,75%.
Adapun BRI Agro bakal menjadi BUKU 3 melalui aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue yang tadinya direncanakan digelar September lalu bakal digelar tahun ini.
“Modal inti kami per Desember 2019 senilai Rp 4,43 triliun. Rencana rights issue pada 2019 kemarin ditunda,” kata Plt Direktur Utama BRI Agro Ebeneser Girsang.
Dari catatan kami, aksi ini bakal digelar dengan menerbitkan 3 miliar saham baru atau setara 12,32% modal disetor. Target penghimpunan dananya sekitar Rp 700 miliar. Jika aksi ini mulus, BRI Agro otomatis bakal menjadi BUKU 3. Adapun selain sebagai pendongkrak modal inti, dana bakal digunakan perseroan untuk merealisasikan target pertumbuhan kredit hingga 20% tahun ini.
Sebelumnya, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Haru Koesmahargyo menjelaskan, perseroan yang merupakan induk BRI Agro bakal mengalokasikan dana hingga Rp 5 triliun untuk aksi korporasi. Rp 3 triliun di antaranya bakal dialokasikan untuk menambah modal entitas anaknya termasuk kepada BRI Agro.
Sedangkan dari laporan keuangannya akhir tahun lalu BRI Agro tercatat laba bersih Rp 51,06 triliun, menyalurkan kredit Rp 19,36 triliun, dan menghimpun DPK senilai Rp 21,14 triliun. Likuiditas perseroan juga tercatat masih longgar sebesar 91,59%, meskipun meningkat dibandingkan akhir 2018 sebesar 86,75%. (Fahad Hasan&DBS)