KNews.id – Tak kurang dari 50 tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang mengirimkan surat kepada lima ketua umum partai politik atau parpol untuk mendorong pengajuan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Surat itu ditujukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Surat tersebut gamblang menyebutkan dukungan digulirkannya hak angket karena berbagai peristiwa dan fakta yang mengonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024. Pada sebagiannya, ada kecurigaaan yang makin meluas dan memvalidasi suatu indikasi yang sangat kuat, berupa terjadinya praktik-praktik kecurangan pemilu.
Direktur Anticorruption Lab Adnan Topan Husodo menjadi salah satu dari 50 tokoh itu. Menurutnya, sudah sangat relevan dan penting bagi parpol di DPR untuk menggunakan hak angket dalam melakukan penyelidikan terhadap keterlibatan secara aktif Presiden Jokowi dalam mendorong kekuatan kekuasaan dan kelompoknya atau orang yang dikehendakinya menjadi pemenang.
“Laporan-laporannya sudah sangat terbuka di berbagai media dan medsos, sudah banyak dipublikasikan dan sampaikan berbagai pihak,” kata Topan.
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) periode 2015-2022 itu menegaskan bahwa surat desakan kepada parpol dan ketum parpol itu tak ada kaitannya dengan kepentingan paslon 01 dan 03 yang perolehan suaranya berdasarkan real count KPU sementara di bawah paslon 02.
“Bukan itu, poinnya adalah sejak awal memang ada proses-proses penyelenggaraan pemilu yang tidak sehat dan ini membuat hasil pemilu bisa ditebak kemudian, bisa diprediksi seperti itu. Demokrasi harus diselamatkan, salah satu cara yang konstitusional adalah melalui hak angket DPR,” kata dia.
Namun, ia pun tak menutup kemungkinan hak angket bisa masuk angin jika parpol melakukan negosiasi dan justru kemudian membatalkan atau menggugurkan hak angket. “Jika begitu, demokrasi jauh lebi berbahaya ke depan, ternyata yang kita sedang hadapi kekuatan pro demokrasi di Indoensia adalah kekuatan oligarki yang mengendalikan parpol,” katanya.
Topan menyebut, jika itu yang terjadi merupakan dampak buruk bagi penyelenggaraan demokrasi ke depan, jaminan terhadap konstitusi dan hak asasi manusia dan juga merajalelanya korupsi di pusat-pousat kekuasaan. “Karena, kontrol tidak bekerja di DPR, juga kontrol penegakan hukum lemah, dan kekuatan masyarakat sipil dilemahkan,” ujarnya.
Hak angket yang terus digadang-gadang untuk membuka tabir indikasi kecurangan Pemilu 2024, dosadari Topan menghadapi berbagai tantangan.
“Tantangan hak anget ini tentu ketua parpol di 01 dan 03 berkonsolodisai menyepakati agenda hak angket ini sebagai agenda politik DPR, ini juga menjadi tantangan kenapa suara tidak bulat sampai hari ini,” katanya.
“Tidak banyak parpol di Indonesia yang punya pengalaman dan punya genetika sebagai partai oposisi, semua ingin ikut dalam pemerintaan atau dapat jatah kursi DPR, kursi menteri yang bisa menjamin keberlanjutan opersional parpol, ini saya kira menjadi tantangan serius,” kata dia, menandaskan.
Lebih gawat lagi, menurut Topan, jika partai di luar 02 punya masalah masa lalu sehingga disandera secara politik atau hukum. “Ini bisa membuat mereka gamang untuk maju dan menkonkretkan hak angket ini,” katanya.